Gantung Pesangon, Eks Pilot Merpati Nusantara Airlines Laporkan Perusahaan ke Komnas HAM

Kamis, 16 September 2021 | 16:44 WIB
Gantung Pesangon, Eks Pilot Merpati Nusantara Airlines Laporkan Perusahaan ke Komnas HAM
Gantung Pesangon, Eks Pilot Merpati Nusantara Airlines Laporkan Perusahaan ke Komnas HAM. Paguyuban Pilot Eks Merpati Nusantara Airlines (MNA) usai membuat laporan di Komnas HAM. (Suara.com/Arga)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Eddy mengatakan, pada 2016 sempat tersiar berita baik yang menyatakan bahwa pesangon akan dibayarkan sebagian dan sisanya diberi surat pernyataan utang (SPU). Dalam SPU itu, tetulis jika pesangon akan dibayar pada Desember 2018.

Eddy melanjutkan, sebelum jatuh tempo SPU tersebut, salah satu vendor di Merpati mengajukan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Surabaya. Dalam sidang tersebut, lanjut dia, SPU para eks pilot ternyata diklasifikasikan sebagai utang biasa.

"Bukan utang pesangon yang seharusnya didahulukan dan dilindungi Undang-Undang," ucap Eddy.

Eddy menyebut, pihaknya melihat banyak kejanggalan dalam sidang tersebut. Misalnya, Merpati Nusantara Airlines yang berkantor di Jakarta, tetap di dalam sidang tertulis beralamat di Bandara Juanda Surabaya. 

"Artinya, ada perubahan alamat kantor pusat yang tentunya diketahui pula oleh kementerian terkait. Karena MNA adalah BUMN," papar dia.

Eddy menjelaskan, keputusan sidang tersebut tidak mempunyai batas waktu yang pasti. Sebab, dalam salah satu klausulnya, Merpati Nusantara Airlines harus mempunyai Air Operator Certificate (AOC) --  syarat utama maskapai untuk terbang karena merupakan sertifikat pengoperasian dan sudah terbang kembali dengan grace periode tiga dan enam tahun untuk pembayaran kewajiban. 

Tidak hanya itu, disebutkan investor yang masuk -- sebagaimana putusan perdamaian PKPU Merpati -- tidak jelas kredibilitasnya. Eddy menyebut, direkturnya pun masuk dalam status DPO pihak yang berwajib ketika proses PKPU berlangsung.

Bagaimana mungkin hal itu terjadi, sementara proses PKPU dan putusannya ini merupakan produk hukum? Lebih lanjut, akibat proses PKPU tersebut, PPA akhirnya harus menggelontorkan dana sebesar 20 miliar lebih untuk biaya dalam proses PKPU," jelas Eddy.

Eddy membeberkan, di sisi lain, putusan perdamaian dalam proses PKPU itu sangat menguntungkan pihak Merpati Nusantara Airlines. Sebab, pihak Merpati Nusantara Airlines dapat menunda pembayaran kewajiban terhadap kreditornya.

Baca Juga: Rumah Duka Pilot Pesawat Rimbun Air H. Mirza Mulai Ramai Didatangi Pelayat

"Semau dan selama yang diiinginkan dengan ketidakjelasan penyelesaian kewajiban sebagaimana tercantum di putusan perdamaian PKPU Merpati," ujar dia.

Tidak hanya itu, lanjut Eddy, ada juga lasus yang tidak kalah menyedihkannya. Pada 2015, dana pensiun dibubarkan oleh Dirut Merpati Nusantara Airlines. Selanjutnya, dibentuk tim likwidasi -- yang sampai sekarang aset-aset dana pensiun tidak berhasil dijual.

"Dan tim likiwidasi tidak bisa dihububgi oleh perhimpunan purnabakti," papar Eddy.

Secara tegas, Eddy menyatakan jika dia dan rekan-rekannya meminta kejelasan mengenai hak. Pesangon yang belum dibayarkan itu, lanjut Eddy, guna menunjang hidup di masa tua.

"Kami hanya ingin kejelasan tentang hak kami sebagai eks karyawan untuk menunjang hidup kami di masa tua," tutup Eddy.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI