Sementara itu, saat melihat data penjualan oleh perusahaan asal Cina, Marksteiner mencatat bahwa "perusahaan-perusahaan ini memanfaatkan apa yang disebut fusi militer-sipil."
Ia mencontohkan proyek pengembangan senjata oleh konglomerat senjata terbesar Cina.
"Ada sistem satelit yang dikembangkan bersama NORINCO, ada lumayan pendapatan dari sana, dan itu digunakan baik untuk tujuan militer maupun sipil."
Di sisi lain, Rusia ternyata mencatatkan penurunan terbesar dalam penjualan senjata. Sembilan perusahaan Rusia dalam daftar SIPRI menjual senjata 6,5% lebih sedikit tahun lalu dibandingkan tahun 2019.
Markus Bayer dari BICC yakin bahwa penurunan secara langsung terkait dengan India dan Cina yang mengembangkan pabrik senjata mereka.
Kedua negara tersebut sebelumnya adalah negara utama pembeli persenjataan Rusia.
Militerisasi teknologi informasi Simone Wisotzki mencatat bahwa batas antara teknologi sipil dan militer semakin samar. "Teknologi informasi tidak bisa lagi dipisahkan dari teknologi persenjataan," ujarnya.
Dalam laporan barunya, SIPRI secara khusus melihat bertumbuhnya peran perusahaan teknologi dalam bisnis senjata.
Alexandra Marksteiner dari SIPRI menekankan bahwa, jika menginginkan gambaran yang jelas tentang industri senjata, "Anda tidak bisa hanya berbicara tentang pemain tradisional seperti Lockheed Martin."
Baca Juga: Demokrat Berencana Blokir Penjualan Senjata Senilai Rp 10,5T ke Israel
SIPRI mengatakan bahwa, dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah perusahaan besar di Silicon Valley seperti Google, Microsoft, dan Oracle telah berusaha untuk lebih terlibat dalam bisnis senjata dan telah mendapatkan kontrak yang menggiurkan.