Petani Masih Dihantui Konflik Agraria, 80 Persen Terjadi di Sektor Perkebunan

Kamis, 06 Januari 2022 | 21:02 WIB
Petani Masih Dihantui Konflik Agraria, 80 Persen Terjadi di Sektor Perkebunan
ILUSTRASI - Sejumlah petani Surokonto Wetan, Kabupaten Kendal melakukan aksi di depan gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (28/8)

Masih dalam catatan KPA, terjadi lonjakan sebanyak 123 persen konflik agraria buntut Proyek Strategis Nasional (PSN) infrastruktur jika dibandingkan dengan tahun 2020. Jika pada 2020 terdapat 17 konflik agraria, sepanjang 2021 terjadi 38 konflik.

Dewi mengatakan, jenis pembangunan infrastruktur penyebab terjadinya konflik sangat beragam. Mulai dari pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol, bendungan, pelabuhan, kereta api, kawasan industri, pariwisata, hingga pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK).

"Dengan begitu, konflik agraria infrastruktur akibat PSN ini mengalami lonjakan tinggi sebesar 123 persen dibandingkan tahun 2020. Dari 17 kasus menjadi 38 kasus," ungkap Dewi.

Dewi menyebut, meningkatnya konflik agraria akibat PSN infrastruktur dipicu oleh target percepatan eksekusi proyek yang dijamin oleh regulasi pemerintah.

Regulasi tersebut, ucap dia, mempermudah  proses pengadaan dan pembebasan tanah, yang berujung pada praktik-praktik perampasan tanah warga.

Bahkan, proyek tersebut juga diberi label 'kepentingan umum'. Meski pada praktiknya, pengusaha kelas kakap dan perusahan- multinasional turut menjadi aktor utama.

"Problem utamanya adalah tanah-tanah yang menjadi target pengadaan tanah untuk 'kepentingan umum' infrastruktur tersebut tumpang tindih dengan tanah dan lahan pertanian masyarakat," papar Dewi.

Dewi menambahkan, ambisi percepatan pembangunan itu membikin PSN berjalan dalam proses yang tergesa-gesa, tidak transparan dan partisipatif. Bahkan, abai dalam menghormati dan melindungi hak konstitusional warga terdampak.

Ratusan konflik

Baca Juga: Data KPA 2021: Jawa Timur Jadi Provinsi Dengan Kasus Konfilik Agraria Terbanyak

KPA mencatat terjadi 207 letusan konflik agraria yang bersifat struktural. Ratusan konflik itu berlangsung di 32 provinsi dan tersebar di 507 desan dan kota serta berdampak pada 198.895 kepala keluarga (KK) dengan luasan tanah berkonflik seluas 500.062,58 hektar.

"Dari sisi jumlah, memang ini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 241," kata Dewi.

Meski secara jumlah konflik agraria menurun, kata Dewi, laporan KPA mencatat terjadi kenaikan konflik agraria yang sangat siginifikan di sektor pembangunan infrastruktur. Kenaikan itu sebesar 73 persen.

Tidak hanya di sektor pembangunan infrastruktur, pada sektor pertambangan jumlah konflik juga mengalami peningkatan yang cukup drastis. Jumlah kenaikan itu mencapai 167 persen.

Dewi menambahkan, kenaikan signifikan situasi konflik agraria juga terjadi dari sisi korban terdampak. Dibanding tahun 2020 yang berjumlah 135.337 KK, di tahun 2021 menjadi 198.859 KK.

"Situasi ini menandakan bahwa konflik agraria semakin menyasar area-area dimana masyarakat bermukim, wilayah padat penduduk dan wilayah di mana masyarakat telah menguasai, mengusahakan dan mengelola tanah," jelasnya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI