Pemimpin Aborigin Desak Referendum Paling Lambat 2024: Kami Ingin Diakui

SiswantoABC Suara.Com
Sabtu, 23 April 2022 | 10:31 WIB
Pemimpin Aborigin Desak Referendum Paling Lambat 2024: Kami Ingin Diakui
Ilustrasi suku aborigin. (shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Salah satu tokoh, Alfred Neal (97), turut hadir dan memberikan masukan dalam pertemuan itu.

Tokoh yang akrab dipanggil Pop ini adalah salah satu aktivis Aborigin yang membantu menyusun strategi untuk Referendum 1967.

"Kami ingin diakui," kata Pop.

Referendum akan menjadi puncak dari kerja dan kampanye selama puluhan tahun bagi pengakuan konstitusional untuk masyarakat pribumi.

Pemerintahan PM Scott Morrison telah menjanjikan anggaran AU$31,8 juta untuk mendirikan lembaga baru untuk perwakilan masyarakat pribumi melalui APBN 2022/23. Dalam program ini akan dibentuk 35 lembaga di tingkat "lokal dan regional" di seluruh Australia.

"Agar lembaga perwakilan penduduk asli dapat bekerja, ia harus memiliki fondasi yang kuat dari bawah ke atas," kata Menteri Urusan Penduduk Asli Australia, Ken Wyatt.

Namun, Pemerintah Koalisi mengatakan meskipun berkomitmen mengadakan perubahan konstitusi dan menyisihkan AU$160 juta untuk referendum, mereka tidak berkomitmen pada batas waktu pelaksanaan.

"Pemerintah Morrison konsisten mengatakan bahwa kita akan laksanakan referendum setelah konsensus tercapai dan pada saat referendum memiliki peluang sukses terbaik," kata Menteri Wyatt.

Oposisi Partai Buruh telah menyetujui referendum Voice to Parliament dan berjanji akan membentuk "Komisi Makarrata" untuk mengawasi proses nasional untuk perjanjian pemerintah Australia dengan penduduk asli serta pengungkapan kebenaran atas kejadian di masa lalu.

Baca Juga: Polisi Australia Penembak Mati Pria Aborigin Divonis Tak Bersalah

"Pemerintahan Partai Buruh pimpinan Anthony Albanese akan bekerja sama dengan masyarakat pribumi menggelar referendum dalam masa jabatan pertama kami," kata anggota parlemen dari Partai Buruh Linda Burney.

"Kami ingin memaksimalkan peluang keberhasilan referendum dan dengan cara yang mendapat dukungan luas dari masyarakat pribumi," tambahnya.

'Kita perlu mencobanya'

Profesor Megan Davis menyebut lembaga Voice to Parliament akan membantu mengatasi kesenjangan karena memberikan kesempatan bagi masyarakat pribumi terlibat dalam pembentukan UU dan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

"Hal ini belum pernah kita coba. Kita perlu mencobanya, karena kebanyakan orang Australia melihat sendiri upaya sebelumnya dari Close the Gap, tidak berhasil menutup kesenjangan sama sekali," ujarnya.

Pemuka suku Bardi, Nolan Hunter, yang hadir di Uluru pada tahun 2017, mengatakan kampanye baru untuk referendum Voice to Parliament merupakan kelanjutan dari upaya masyarakat pribumi "untuk didengar".

"Lembaga ini bukanlah hal baru, hanya melanjutkan perjalanan dan pesan dari semua orang sebelum kita," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI