Suara.com - Annette Formosa tidak pernah membayangkan dia harus menggantungkan diri pada komunitas lokal di Sydney Barat untuk memastikan dia dan keluarganya mendapatkan makanan.
Sekarang dia mengatakan hidupnya akan sangat berbeda bila tidak ada bantuan tersebut.
"Kami akan kelaparan. Tidak ada akan makanan di meja makan di rumah kami," katanya kepada ABC.
Meningkatnya harga kebutuhan pokok di Australia selama beberapa bulan terakhir yang dirasakan oleh semakin banyak warga Australia sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari Annette.
Ketika pandemi COVID varian Delta mulai melanda Sydney tahun lalu, dia kehilangan pekerjaannya di bidang hospitality.
Dia merasa semua kebutuhan semakin mahal dan membeli makanan pokok dengan uang A$50 (sekitar Rp500 ribu) per minggu tidaklah cukup, apalagi ditambah untuk putrinya yang masih remaja, Hannah.
Ketika belanja, Annette hanya mampu membeli makanan yang paling murah yang tersedia.
Karenanya tidak ada protein seperti daging, atau sayur dan buah segar, yang dibeli hanya pasta.
Daging steak yang dulunya bisa dibeli dengan harga A$5 sekarang sudah naik jadi A$10, dan bahkan dada ayam pun tidak terjangkau lagi harganya bagi Annette.
Baca Juga: Kecamatan Citeureup Bogor Masuk Zona Rawan Pangan
"
"Ketika kamihanya punya A$50 untuk seminggu, berarti satu hari sekitar A$10," katanya.
"Laporan yang dibuat lembaga amal Foodbank tentang kelaparan tahun 2021 menyimpulkan bahwa satu dari enam warga Australia mengalami masalah kerawanan pangan, artinya mereka tidak memiliki akses untuk mendapatkan makanan yang cukup.
Sekitar 40 persen di antara mereka tidak pernah mengalami masalah tersebut sebelum pandemi terjadi.
Annette Formosa mengandalkan Pusat Komunitas Dundas di kawasan pemukiman Telopea, tempat tinggalnya di Sydney Barat.
Sebelum pandemi, Annette tidak pernah merasa memerlukan bantuan untuk mendapatkan makanan.
BERITA TERKAIT
Dua Perjalanan Kereta Api pada 3 Agustus Dibatalkan Imbas KA Argo Bromo Anggrek Anjlok
02 Agustus 2025 | 11:48 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI