Mengingat Kembali Kronologi Pembunuhan Munir di Atas Pesawat

Senin, 12 September 2022 | 16:00 WIB
Mengingat Kembali Kronologi Pembunuhan Munir di Atas Pesawat
Sejumlah aktivis mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR) melakukan aksi di Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Senin (5/9/2022). [ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/aww]

Dalam perjalanan dari Singapura menuju Amsterdam, Munir duduk di kelas ekonomi 40 G. Setelah 40 menit take off, Munir tampak menuju ke toilet. Ia juga mendatangi pramugara Bondan Hernawa dua jam kemudian dan menyampaikan dirinya merasa sakit.

Munir pun menyampaikan ingin dipertemukan dengan dokter Tarmizi yang duduk di kelas bisnis. Ia lantas menyerahkan kartu nama sang dokter ke pramugara.

Munir sendiri sebelumnya berkenalan dengan Tarmizi sendiri di bandara Changi. Tarmizi adalah seorang dokter spesialis bedah toraks kardiovaskular yang kebetulan berada satu pesawat dengan Munir.

Kartu nama itu lantas dibawa Bondan Hernawa dan Madjib Nasution selaku Puser, yang mendatangi dokter Tarmizi yang duduk di kursi 1J.

Namun karena dokter Tarmizi tidur pulas, Madjib meminta Munir untuk membangunkan dokter Tarmizi. Setelah bertemu dengan dokter Tarmizi, Munir menyampaikan bahwa ia telah muntah dan buang air besar sebanyak 6 kali.

Munir kemudian mendapat penanganan oleh dokter Tarmizi dan ditempatkan di kursi nomor 4 bisnis kelas agar dekat dengan dokter. Ia terus mengalami muntah dan buang air besar berkali-kali, meski sudah diberikan obat diare dan susu serta air garam.

Munir diberikan sejumlah obat sakit perut, obat mual hingga obat perih kembung. Munir juga sempat diberi suntikan obat antimual an muntah Primperam. Rasa sakit yang dirasakan Munir sempat mereda dan ia sempat tertidur selama 2-3 jam.

Namun beberapa jam kemudian Munir kembali kesakitan. Dokter Tarmzi berusaha memberinya minum, namun dimuntahkan kembali. Akhirnya, sang dokter memberikan suntikan dan Munir sedikit tenang, meski masih merasakan sakit.

Dua jam sebelum mendarat di Banara Schipol, seorang awak kabin melihat Munir tertidur dalam posisi miring. Namun ada yang aneh pada pergelangan tangan Munir.

Baca Juga: Gara-Gara Bjorka, Menteri Luhut Ketahuan Belum Booster: Mulut Berbusa Imbau Masyarakat, Sendirinya Gak Melakukan

Awak kabin tersebut melihat pergelangan tangan Munir membiru. Ia lalu memanggil dokter Tarmizi untuk memeriksanya. Dua jam sebelum mendarat di Bandara Schipphol, Amsterdam, sekitar pukul 04.05 UTC (diperkirakan
diatas negara Rumania), Munir dinyatakan meninggal dunia.

Dua bulan kemudian, tepatnya pada 12 November 2004, kepolisian Belanda yang mengautopsi jenazah Munir menyatakan bahwa ditemukan senyawa arsenik dalam tubuh Munir.

Kontributor : Damayanti Kahyangan

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI