Selama setahun, Fabrianne berusaha untuk mendapatkan pekerjaan di bidang 'public relations', tapi kesulitan meyakinkan perusahaan-perusahaan untuk memperkerjakannya.
"Namun karena dianggap tidak memiliki pengalaman lokal dan juga Perth tidak membutuhkan banyak pekerja di bidang ini, saya tidak dapat kerja sama sekali," ujarnya kepada ABC Indonesia.
Ia kemudian beralih untuk bekerja di sektor properti.
"Saya mulai dari tenaga administrasi dengan tugas memasukkan data dan akhirnya saya belajar untuk menjadi conveyancer," katanya lagi.
Untuk menjadi 'conveyancer' di Australia membutuhkan lisensi, dengan salah satu tugasnya adalah menjadi pihak penengah dalam transaksi properti. Mereka juga mengecek kelengkapan dokumen dan berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait.
Di tahun 2018 ia mengikuti suaminya pindah ke Melbourne dan membuka bisnis sendiri, masih di bidang properti untuk pengelolaan serta penyewaan dan penjualan.
"Kami memiliki sekitar seribu kamar di Melbourne di berbagai properti yang kami urus," katanya.
Menurutnya apa yang ia pelajari selama kuliah dan kerja di Indonesia masih tetap bisa diterapkan saat bekerja di Australia.
"Saya tidak merasa sia-sia dengan apa yang saya pelajari. PR bisa diterapkan di mana saja, tidak harus sekedar menjual barang," katanya.
Baca Juga: Australia, Jadi Salah Satu Negara yang Ikut Uji Coba Kerja Empat Hari Seminggu
"Bisa juga diterapkan di manajemen properti karena pada dasarnya kita melayani pelanggan," ujarnya.