Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang usai pertandingan Arema FC menjamu Persebaya Surabaya hingga menewaskan ratusan orang menjadi sorotan.
Sejatinya, sejak awal pertandingan Arema FC vs Persebaya berjalan kondusif, tak ada tanda-tanda bakal terjadi kerusuhan. Di mana suporter Persebaya juga sudah jauh hari dilarang ikut nonton langsung ke Kanjuruhan.
Sehingga, hampir sebagian besar pendukung adalah suporter Arema yang biasa disebut Aremania.
Namun, saat laga berakhir dengan skor 2-3 untuk kemenangan Persebaya, ribuan suporter yang kecewa merangsek masuk ke dalam lapangan. Hingga terjadilah tragedi paling memilukan di dunia sepakbola Indonesia, bahkan bisa jadi paling kelam dalam sejarah sepakbola di dunia.
![Suporter Arema FC memasuki lapangan setelah tim yang didukungnya kalah dari Persebaya Surabaya dalam pertandingan sepak bola BRI Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). [ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto]](https://media.suara.com/pictures/original/2022/10/02/20240-arema-fc-kerusuhan-kanjuruhan.jpg)
Dalam hal ini, Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta dalam jumpa pers di Kabupaten Malang, Minggu (2/10/2022) dini hari. Dari 127 orang meninggal dunia, dua di antaranya adalah anggota polisi.
Kapolda Nico menjelaskan, dari ratusan korban tewas itu, 34 di antaranya meninggal di Stadion Kanjuruhan. Sementara lainnya meninggal dunia saat berada di sejumlah rumah sakit di Malang.
Namun demikian, angka 127 orang bisa jadi bertambah, sebab masih ada 180 orang lebih yang masih menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit. Namun semoga saja, tak ada lagi korban jiwa bertambah.
Selain korban meninggal dunia, tercatat ada 13 unit kendaraan yang mengalami kerusakan, 10 di antaranya merupakan kendaraan Polri.
Baca Juga: Indonesia Terancam Sanksi Berat FIFA, Imbas Tragedi Stadion Kanjuruhan