Suara.com - Dua tahun sudah penutupan Harian INDOPOS oleh manajemen PT Indopos Intermedia Pers (IIP) yang dipimpin Direktur Rizky Darmawindra dan Komisaris Zainal Muttaqin berlalu. Tapi hingga kini, hak-hak puluhan karyawan salah satu media cetak Ibu Kota Jakarta itu belum dibayarkan.
Tidak ada satu pun dari puluhan pegawai yang sudah bekerja belasan tahun, mendapatkan haknya berupa pesangon. Bahkan, kasus pelaporan 33 mantan pegawai Harian INDOPOS yang terdiri dari wartawan, redaktur, pracetak, dan pemasaran ke Ditreskrimsus Polda Metro Jaya juga terkesan lambat dan bisa dibilang jalan di tempat karena masih terus berproses hingga kini.
Padahal, yang diinginkan 33 eks karyawan Koran INDOPOS itu hanyalah agar hak-hak mereka dibayar sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan yang berlaku di negeri ini. Kesewang-wenangan yang dialami para eks karyawan INDOPOS itu juga telah diungkapkan perwakilan eks karyawan INDOPOS didampingi Kuasa Hukum mereka Kamaruddin Simanjuntak dalan tayangan YouTube channel Uya Kuya TV, berjudul "PHK Karyawan Lewat WA!! Pesangon Karyawan Gak Dibayar INDOPOS Sebesar 7 Milyar!!"
Rupanya, tayangan YouTube tersebut menyita cukup banyak perhatian dari khalayak. Salah satunya dari Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Advokasi Publik DPD DKI Jaya Moeldoko Center Rahmat Bastian, SH.
Ia mengaku prihatin dan sedih, melihat nasib para jurnalis dan eks karyawan INDOPOS yang diperlakukan semena-mena. Apalagi, penutupannya hanya melalui Whatsapp (WA) tak ubahnya seperti menutup warung kopi.
"Padahal, saat perusahaan bidang pers tutup, maka manajemen wajib mengurus syarat-syarat penutupannya secara legal formil termasuk likuidasi, pemberesan, termasuk penjualan aset dan pemenuhan kewajiban-kewajiban. Hal itu sesuai dengan UU KUHPerdata Burgerlijk Wetboek yang telah diadopsi dalam UU Perseroan Terbatas termasuk Peraturan Pelaksanaannya," ucap Rahmat, Jumat (13/1/2023).
Ia menambahkan, hak-hak gaji, tunjangan pesangon karyawan, dalam UU itu memiliki hak mendahului terhadap aset PT dan penagihan piutang wajib terus dikejar, agar aset menjadi cash penunjang likuiditas semaksimal mungkin, hingga pembubaran PT tersebut dipenuhi. "Jika manajemen tidak mau melaksanakannya, maka pemegang saham harus ke Pengadilan Negeri agar ditunjuk seorang atau beberapa Likuidator guna menuntaskan pemberesan ini. Selama dan sampai tahap pemberesan ini karyawan masih bisa dipekerjakan dan jika bermaksud melakukan PHK wajib memenuhi seluruh syarat dalam UU Ketenagakerjaan yang berlaku saat tanggal PHK dilakukan," tegasnya.
Lebih jauh, ia memandang, PHK harus tetap menghormati hak azasi karyawan maupun hak-hak absolut seperti pidana, perdata, administrasi negara seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan Karyawan. "Dalam hal terjadi kelalaian atau kesengajaan dari pihak manajemen, Direksi dan Komisaris, termasuk para kuasanya, dan Pemegang Saham selaku pemilik dan penanggungjawab terakhir atas setiap pelanggaran PT dimana prosentase sahamnya menjadi wujud besar kecilnya pengendalian sebagai otak PT, maka Pemegang Saham bisa pula turut kena sanksi-sanksi dari negara," paparnya panjang lebar.
Rahmat juga menambahkan, jika pemberhentian dilakukan dengan metode satu arah tanpa kehormatan, maka akan ada dua pasal KUHP lagi yang dilanggar yakni Penghinaan dan Perbuatan Tidak Menyenangkan. Lantas, ia juga mengomentari adanya dugaan pengalihan aset PT IIP.
Baca Juga: Profil PT Nikomas Gemilang, Perusahaan Sepatu yang Tawari 1.600 Karyawan Resign Sukarela
Menurutnya, jika ada dugaan seperti itu, laporkan! Laporan itu nantinya, lanjutnya, wajib diselidiki oleh negara, terutama Kejaksaan Negeri di domisili PT tersebut.