Suara.com - Wakil Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid menyatakan tetap menghormati PBNU. Ia enggan menyarankan agar NU membentuk partai baru.
"Kita nggak nyaran-nyarankan lah (agar PBNU bikin partai baru)," kata Gus Jazil kepada Suara.com di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/7/2024).
Menurut dia, meski kekinian hubungan PKB dengan PBNU sedang 'memanas' pihaknya tetap akan menghormati PBNU.
"Kita hormati PBNU sebagai ormas mau bertindak apa saja, silahkan," kata dia.
Menurutnya, pihaknya masih menghormati hubungan PBNU dan PKB yang memiliki nilai historis.
"Ini masih menghormati posisi PBNU dan PKB sebagai yang memiliki hubungan historis," tambahnya.
Sebelumnya, Analis Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menyarankan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) lebih baik membentuk partai politik lagi di luar Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Hal itu dilakukan untuk menghindari konflik berkepanjangan.
"PBNU sebagai ormas terbesar lebih baik membentuk partai. Dengan struktur organisasi yang ada, tentu tidak sulit bagi PBNU membentuk partai sesuai yang diharapkannya," kata Jamiluddin kepada Suara.com, Senin (29/7/2024).
Ia menilai, konflik NU dengan PKB kekinian sulit untuk diselesaikan. Pasalnya pengurus NU kali ini banyak faksi Gusdurian yang memang punya sentimen terhadap Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Baca Juga: Waketum PKB Minta Warga Nahdliyin Tetap Berjuang Bersama: yang Kisruh-kisruh Jangan Didengerin
"PBNU sebagai ormas terbesar di Indonesia, tentu terdapat banyak faksi di dalamnya. Hal itu wajar, karena secara sosiologis, organisasi yang besar akan menimbulkan faksi-faksi. Setiap faksi tentu punya kepentingan yang akan diperjuangkan," katanya.
"Jadi, kalau kepemimpinan PBNU dominan dari faksi Gusdurian, maka tuntutan mengembalikan PKB ke pangkuannya akan terus mengema. Akan dicari berbagai cara agar PKB kembali ke khittahnya," sambungnya.
Karena itu, kata dia, akar konflik PBNU dan PKB sesungguhnya sangat mendasar. Sebab, selama Muhaimin tetap memimpin PKB, maka upaya menggugat partai yang dibentuk NU itu akan terus terjadi.
"Jadi, memang sulit untuk mencari penyelesaian yang dapat diterima Muhaimin dan faksi Gusdurian. Sebab, kedua belah pihak mencoba saling meniadakan," ujarnya.
Menurutnya, penyelesaian konflik secara elegan bisa dilakukan dengan NU melupakan PKB. PBNU membiarkan Muhaimin memimpin PKB tanpa lagi mengungkit asal usul partai tersebut.
"PBNU tidak akan sulit membentuk kepengurusan mulai dari DPP, DPD, DPC, hingga Ranting. Sebab, struktunya sudah ada di PBNU tinggal mengubah namanya sesuai tuntutan struktur partai politik di Indonesia," ungkapnya.