Meskipun demikian, sistem Demokrasi Terpimpin diterapkan bersama dengan konsep Nasakom. Sukarno berupaya menyatukan tiga kekuatan politik terbesar pada saat itu untuk memperkuat posisinya sebagai presiden. Ia bahkan menegaskan bahwa Nasakom adalah manifestasi dari Pancasila dan UUD 1945 dalam konteks politik. Dalam pidatonya pada peringatan Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1961, Sukarno menegaskan:
“Siapa yang setuju dengan Pancasila, harus setuju dengan Nasakom; siapa yang tidak setuju dengan Nasakom, sebenarnya tidak setuju dengan Pancasila,” ujarnya dengan tegas, sebagaimana dikutip dari karya Jan S. Aritonang, "Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia".
“Sekarang saya tambahkan: Siapa yang setuju dengan Undang-Undang Dasar 1945, harus setuju dengan Nasakom; siapa yang tidak setuju dengan Nasakom, sebenarnya tidak setuju dengan Undang-Undang Dasar 1945,” lanjutnya, menunjukkan betapa pentingnya konsep ini bagi legitimasi pemerintahannya.
Namun, peristiwa berdarah yang dikenal sebagai Gerakan 30 September (G30S) pada tahun 1965 mulai mengguncang kepemimpinan Sukarno. G30S PKI menjadi titik awal runtuhnya rezim Orde Lama yang dipimpin oleh Sukarno. Setelah kekuasaan Sukarno semakin tergerus dan posisi kepemimpinan negara beralih ke Soeharto, segala hal yang berhubungan dengan komunisme menjadi terlarang. Dengan demikian, penerapan Nasakom pun berakhir, bersama dengan sistem Demokrasi Terpimpin yang telah diperkenalkannya.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama