- Bupati Aceh Utara pada rapat DPR RI di Aceh (30/12/2025) menyoroti dampak bencana yang hancurkan 25 dari 27 kecamatan.
- Ismail A. Jalil merasa Aceh Utara terlantar sebab bencana tidak viral akibat kegagalan total jaringan komunikasi pusat.
- Bencana tersebut menewaskan 213 jiwa dan menghilangkan 433.000 jiwa, dengan kerusakan infrastruktur yang dinilai lebih parah dari tsunami.
Suara.com - Suasana Rapat Koordinasi Satuan Tugas (Satgas) Pemulihan Pascabencana DPR RI di Aceh, Selasa (30/12/2025), mendadak emosional saat Bupati Aceh Utara Ismail A. Jalil menyampaikan laporannya.
Di hadapan pimpinan DPR RI dan para menteri, ia meluapkan kekecewaannya karena wilayah Aceh Utara seolah terlupakan oleh pemerintah pusat di tengah skala bencana yang menurutnya lebih dahsyat dari tsunami.
Ismail awalnya menyampaikan bahwa dari 27 kecamatan di Aceh Utara, sebanyak 25 kecamatan atau 81 persen wilayahnya hancur terdampak banjir. Data mencatat sebanyak 124.000 KK atau 433.000 jiwa terdampak, dengan korban jiwa mencapai 213 orang meninggal dunia dan enam orang masih hilang.
Namun, di tengah penderitaan tersebut, Ismail merasa daerahnya tidak mendapat perhatian yang sama dengan wilayah lain yang dikunjungi oleh Presiden Prabowo Subianto maupun Wakil Presiden.
"Mungkin tadi sudah disampaikan, maaf, Bupati Tamiang dan Bupati Pidie Jaya. Mungkin di Aceh Utara selama ini, Pak Presiden selalu ke Tamiang dan ke Takengon, Aceh Tengah, dan juga hadir di Pidie Jaya, termasuk Pak Wakil Presiden," ujar Ismail dengan nada getir.
Ia menilai kurangnya perhatian pemerintah pusat disebabkan lumpuhnya jaringan komunikasi di Aceh Utara saat bencana terjadi, sehingga tragedi kemanusiaan di wilayah tersebut tidak menjadi viral di media sosial.
"Tapi di Aceh Utara kayaknya, kayak mana saya rasa, apa enggak tahu ada banjir? Karena gini masalah, di Aceh Utara 27 kecamatan yang terdampak 25 kecamatan. Kami sinyal tidak ada, Telkom mati, makanya tidak viral. Mungkin viralnya di Bireuen karena putus jembatan. Mungkin viralnya di Tamiang karena kota," tegasnya.
Ia menceritakan betapa memilukannya kondisi di lapangan saat itu. Tanpa sinyal dan listrik, warga hanya bisa pasrah melihat rumah, sarana ibadah, bahkan nyawa manusia hanyut terbawa arus.
Ia bahkan mengaku sempat menangis memohon bantuan pesawat untuk mengirim logistik ke kawasan terisolir seperti Serah Raja dan Dusun Selemah.
Baca Juga: Jadi Wilayah Paling Terdampak, Bantuan Akhirnya Tembus Dusun Pantai Tinjau Aceh Tamiang
"Kami hanya bisa melihat di atap-atap menasah. Tapi kami tidak bisa memviralkan. Maka pejabat-pejabat dari pusat, mohon maaf. Saya pernah menangis-nangis minta pesawat untuk mengirim logistik kepada tempat-tempat yang terisolir," ungkapnya.
Kerusakan infrastruktur di Aceh Utara tergolong masif, dengan 3.506 rumah hilang total dan belasan ribu lainnya mengalami kerusakan berat. Luapan air menciptakan muara-muara baru yang menyapu bersih perkampungan warga.
"Maka saya bilang bencana di Aceh Utara lebih daripada tsunami karena dari hulu sampai ke hilir. Rumah masyarakat semua hanyut. Kemudian juga di hilir, kampung-kampung semua dibuat muara-muara baru. Satu gampong itu lima muara baru, tujuh muara baru, semua rumah tidak ada lagi," tuturnya.
Lebih lanjut, ia kembali menekankan harapannya agar pemerintah pusat tidak lagi memandang sebelah mata musibah di Aceh Utara hanya karena keterbatasan informasi di lapangan.
"Tapi pusat kayaknya tutup mata, akibat kami tidak ada sinyal HP dan mati lampu, makanya tidak viral. Mungkin itu alasan tidak hadir. Terima kasih," pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad langsung merespons singkat, "Lagi kita undang," mengisyaratkan adanya koordinasi lebih lanjut untuk kehadiran pihak pusat.