“Ketika ada larangan memfoto makanan, berarti ada yang ditutupi. Lebih baik ubah modelnya, fokus saja ke keluarga miskin,” tambah Okky.
Dari segi sosiologis, Okky menilai program ini lebih mengutamakan citra politik ketimbang keberlanjutan.
“Ini program populis, hanya berfokus pada penerimaan rakyat atas sesuatu yang kelihatannya baik. Pemimpin harusnya berani mengambil keputusan yang mungkin tidak disukai tetapi rasional dan berpihak pada sistem,” jelasnya.
Ia juga memperingatkan potensi bahaya jika program ini tetap berjalan tanpa perbaikan signifikan.
“Pemerintah akan semakin mengambil langkah ngawur untuk meningkatkan pendapatan negara, seperti pembabatan hutan. Ini bukan hanya soal anggaran, tetapi juga kontrol terhadap warga negara. Bisa menghasilkan generasi yang takut bersuara dan tidak kritis,” paparnya.
Menurutnya, pola ini berbahaya menjelang Pemilu 2029, di mana generasi muda yang menjadi pemilih pemula dapat dengan mudah dipengaruhi melalui narasi populis.
“Anak SMP dan SMA sekarang akan jadi pemilih pemula di 2029 nanti. Jika mereka melihat program ini sebagai kebaikan pribadi tokoh tertentu, mereka jadi potential voter yang bisa memenangkan pihak-pihak tertentu,” pungkasnya.
Program MBG, meskipun memiliki tujuan mulia, membutuhkan penyesuaian dan fokus pada kebutuhan mendasar rakyat.
Tanpa evaluasi yang serius, program ini berisiko menjadi alat politik yang lebih banyak menimbulkan masalah ketimbang manfaat nyata bagi masyarakat. (Kayla Nathaniel Bilbina)
Baca Juga: Siswa SLB 2 Kali Lepehkan Lauk Makan Bergizi Gratis, Kenapa?