Suara.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan perekonomian Indonesia mengalami tekanan signifikan hingga sempat terjadi trading halt beberapa waktu lalu.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai bahwa penyebab utama kemerosotan bukan berasal dari dampak eksternal, seperti proteksionisme Amerika Serikat atau kebijakan Donald Trump, melainkan persoalan di sektor riil dalam negeri.
Menurutnya, market sebenarnya terlambat mengidentifikasi sesuatu yang salah pada sektor riil yang ada di Indonesia.
Hal itu terlihat dari kondisi Indonesia yang menjadi satu-satunya negara di Asia dengan IHSG merah, ketika yang lain masih hijau atau aman.
Dia menambahkan, faktor lain juga terlihat pada perputaran konsumsi impor barang.
"Yang harusnya satu bulan jelang Ramadan, lebaran itu orang belanja barang-barang impor, karena memang Indonesia perdagangannya liberal, dibuka keran impor."
"Tapi yang terjadi, justru anjloknya sampai 21 persen, impor khusus spesifik barang konsumsi. Itu menunjukkan memang ada yang salah dari konsumsi rumah tangga," jelas Bhima dikutip dari diskusi bersama Dirtyvote, beberapa waktu lalu.
Tidak hanya konsumsi rumah tangga, sektor keuangan juga mengalami penurunan kepercayaan yang cukup serius.
Simpanan individu atau perorangan menunjukkan tren menurun, sementara angka un-disposed loan atau pinjaman yang gagal tersalurkan terus meningkat secara konsisten.
Baca Juga: Danantara Dongkrak IHSG, Rosan: Sejalan Arahan Presiden Prabowo
"Berarti kan bank yang nggak confidence melihat situasi, dia takut menyalurkan kredit, risikonya tinggi. Tapi di sisi yang lain, dari segi pelaku usaha juga masih tunggu dulu. Fasilitas kredit sudah tinggal tanda tangan tapi nggak jadi diambil," tuturnya.