Namun, upaya bantuan di Myanmar diperumit oleh kondisi politik dan infrastruktur yang rusak akibat gempa.
Perang saudara yang masih berlangsung setelah kudeta militer tahun 2021 semakin menyulitkan akses ke daerah-daerah yang paling terdampak.
Kerusakan jalan, jembatan, dan kontrol ketat junta terhadap komunikasi memperlambat distribusi bantuan.
Badan PBB melaporkan bahwa masyarakat di wilayah yang paling parah terkena dampak kesulitan mendapatkan kebutuhan dasar seperti air bersih dan sanitasi, sementara tim darurat berusaha keras untuk menemukan korban selamat serta memberikan bantuan medis.
Komite Penyelamatan Internasional (IRC) menekankan pentingnya penyediaan tenda bagi para korban.
"Banyak warga yang takut akan gempa susulan, sehingga mereka memilih tidur di luar, di jalan atau di lapangan terbuka," ujar seorang pekerja kemanusiaan di Mandalay.
Kerusakan Besar dalam Seabad

Gempa ini menjadi yang terkuat di Myanmar dalam lebih dari satu abad, merobohkan pagoda kuno dan bangunan modern.
Media pemerintah melaporkan bahwa jumlah korban tewas telah mencapai 2.065 orang, dengan lebih dari 3.900 orang terluka dan sedikitnya 270 orang masih hilang.
Saat ini, tim penyelamat terus berpacu dengan waktu untuk mencari korban yang mungkin masih hidup di bawah reruntuhan, sementara upaya internasional mulai dikerahkan untuk membantu Myanmar menghadapi salah satu bencana terburuk dalam sejarahnya.
Baca Juga: Misi Kemanusiaan di Tengah Lebaran, Tim Aju BNPB Terbang ke Myanmar Pasca Gempa