Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa bukan hanya rumah Anggota DPD RI La Nyalla Mattalitti yang digeledah pada Senin (14/4/2025).
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika menjelaskan masih ada lokasi lain yang digeledah dalam kasus dugaan suap pada pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (Pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2021-2022 ini.
“Ada (lokasi lain),” kata Tessa kepada wartawan, Selasa (15/4/2025).
Meski begitu, Tessa mengaku belum bisa mengungkap lokasi lain yang digeledah penyidik dan hasil penggeledahan di rumah La Nyalla.
“Belum bisa dibuka saat ini,” ujar Tessa.
Geledah Rumah La Nyalla
Diberitakan sebelumnya, KPK melakukan penggeledahan terkait kasus dugaan suap pada pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (Pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2021-2022.
“Benar. Penyidik sedang melakukan kegiatan penggeledahan di Kota Surabaya, terkait penyidikan perkara dana hibah Pokmas Jatim,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan, Senin (14/4/2025).
Namun, Tessa enggan menjelaskan secara rinci soal penggeledahan itu karena alasan masih berlangsung.
Baca Juga: Sebut Jokowi Tak Punya Kewajiban Pamer Ijazah UGM, Pengacara: Lho Kok jadi Kayak Adu Tinju?
“Untuk detail penjelasan lebih lanjut akan disampaikan setelah seluruh rangkaian kegiatan Penggeledahan selesai dilaksanakan,” tambah dia.
Berdasarkan informasi dari sumber yang dihimpun, penggeledahan tersebut dilakukan di rumah mantan Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti.
Reaksi La Nyalla
Sebelumnya, Anggota DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti menanggapi kabar mengenai penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di salah satu rumahnya di kawasan Mulyorejo, Surabaya, pada Senin (14/4/2025) pagi.
Dia menjelaskan penggeledahan itu dilakukan penyidik KPK dalam rangka mencari bukti tambahan terhadap tersangka mantan Ketua DPRD Jawa Timur Kusnadi dalam perkara tindak pidana korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Dalam penggeledahan itu, La Nyalla mengungkapkan lima orang penyidik KPK diterima oleh penjaga rumah yaitu M Eriyanto dan disaksikan oleh dua asisten rumah tangga.
“Saya juga tidak tahu, saya juga tidak pernah berhubungan dengan Saudara Kusnadi. Apalagi saya juga tidak kenal sama nama-nama penerima hibah dari Kusnadi. Saya sendiri juga bukan penerima hibah atau pokmas. Karena itu, pada akhirnya di surat berita acara hasil penggeledahan ditulis dengan jelas, kalau tidak ditemukan barang/uang/dokumen yang terkait dengan penyidikan,” kata La Nyalla dalam keterangannya, Senin (14/4/2025).
La Nyalla juga menunggu penjelasan dari KPK untuk mengetahui alasan rumahnya yang tidak digeledah. Sebab, dia merasa rumahnya tidak berkaitan dengan perkara ini.
Lebih lanjut, La Nyalla juga berharap KPK menyampaikan ke publik, bahwa tidak ditemukan apapun di rumahnya terkait obyek perkara dengan tersangka Kusnadi sehingga tidak merugikan dirinya.
![Kondisi rumah La Nyalla Mahmud Mattalitti usai digeledah oleh KPK. [Ist]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/04/14/18257-kondisi-rumah-la-nyalla-mahmud-mattalitti-usai-digeledah-oleh-kpk.jpg)
“Saya sudah baca berita acara penggeledahan yang dikirimkan via WA oleh penjaga rumah, jelas di situ ditulis ‘dari hasil penggeledahan tidak ditemukan uang/barang/dokumen yang diduga terkait perkara’. Jadi sudah selesai,” ujar La Nyalla.
“Cuma yang jadi pertanyaan saya, kok bisa alamatnya rumah saya. Padahal saya tidak ada hubungan apapun dengan Kusnadi,” tandas dia.
Terkait penyidikan kasus dana hibah Pemprov Jatim, KPK telah menetapkan 21 tersangka. Dari puluhan tersangka itu, empat di antaranya diduga menjadi penerima suap sementara 17 orang lainnya diduga memberikan suap.
“Empat tersangka penerima. Tiga orang merupakan penyelenggara negara sementara satu lainnya merupakan staf dari penyelenggara negara,” kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (12/7/2024).
Dari 17 tersangka pemberi suap, 15 orang di antaranya berasal dari kalangan swasta sementara dua orang lainnya merupakan penyelenggara negara.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu sebelumnya mengungkapkan bahwa kasus suap dana hibah Pokmas dari APBD Jatim memiliki nilai anggaran yang mencapai triliunan rupiah, dengan potensi kerugian negara yang signifikan.
Dia menyebut anggaran tersebut mencapai Rp1–2 triliun untuk sekitar 14 ribu pengajuan dana hibah oleh kelompok masyarakat ke DPRD Jatim.
Dana triliunan tersebut kemudian dibagikan kepada masing-masing kelompok masyarakat, dengan setiap kelompok menerima sekitar Rp200 juta untuk sejumlah proyek yang diduga fiktif.
Asep mengungkap adanya praktik suap dalam pencairan dana hibah Pokmas dengan koordinator kelompok masyarakat memberikan fee sebesar 20 persen kepada oknum anggota DPRD Jatim.