Dalam beberapa tahun ke depan, UNDP akan bekerja sama dengan mitra untuk:
Mengembangkan Blue Carbon Profile menggunakan sains terkini, teknologi bersertifikasi, dan penilaian lapangan.
Menyusun Blue Finance Profile untuk membantu negara ASEAN mengakses pembiayaan berkelanjutan.
“Di Indonesia, kami telah mendukung pemerintah dalam penerbitan blue bonds, obligasi hijau syariah, serta pengembangan berbagai instrumen keuangan hijau lainnya,” tutur Norimasa.
Selain itu, UNDP juga berencana membentuk jaringan regional para ahli karbon biru untuk memperkuat kolaborasi dan membangun kapasitas jangka panjang, dengan memastikan partisipasi perempuan dalam prosesnya.
Asia Tenggara Kunci Karbon Biru Dunia
Wakil Sekretaris Jenderal ASEAN untuk Komunitas Ekonomi, Satvinder Singh, menambahkan bahwa kawasan ini memegang peran strategis dalam perlindungan karbon biru. Menurutnya, ekosistem mangrove, lamun, dan lahan basah pesisir menyimpan sekitar 7,5 miliar metrik ton karbon secara global—dan Asia Tenggara menyumbang lebih dari 60 persen karbon biru tropis pesisir dunia.
Namun tanpa perlindungan dan pembiayaan strategis, dunia berisiko kehilangan sekutu alam yang paling kuat dalam perang iklim.
“Proyek ABCF ini memberikan peluang nyata untuk menyelaraskan jalur pembangunan kita ke arah yang menghargai integritas ekologi, mendukung ketahanan iklim, dan memberdayakan masyarakat lokal sembari mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Singh.
Baca Juga: Sirine Bahaya Krisis Iklim Berbunyi Keras: Saatnya Pendidikan Jadi Garda Terdepan!
Restorasi karbon biru bukan hanya soal konservasi alam, tapi juga tentang ekonomi, pembiayaan, dan keadilan iklim. Untuk kawasan yang kaya akan sumber daya pesisir seperti ASEAN, tantangan ini bisa menjadi peluang besar—asal didukung komitmen politik, ilmu pengetahuan, serta inovasi dalam sistem keuangan.
Sebagaimana disampaikan UNDP, selamatkan karbon biru bukan hanya menyelamatkan laut dan rawa, tetapi juga masa depan iklim global.