Suara.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin diingatkan untuk berhati-hati dalam menyampaikan pernyataannya kepada publik. Saran tersebut disampaikan Peneliti Senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli, seiring maraknya atensi publik akibat sejumlah ucapan Menkes.
"Memang sebagai pejabat publik mestinya harus hati-hati dalam menyampaikan statement, harus ditimbang dan dipikir dulu sebelum berbicara. Dalam menyampaikan harus dengan bijak dan empati. Jika tidak seperti itu, publik akan menilai sebagai arogan dan angkuh," jelas Lili saat dihubungi Suara.com, Selasa (27/5/2025).
Menurut Lili, pola komunikasi yang ceplas-ceplos dan kurang hati-hati berpotensi akan menggerus tingkat kepercayaan terhadap pejabat publik tersebut. Dampak lebih jauhnya, kata Lili, bisa menggerus juga tingkat kepercayaan dan kepuasan pada pemerintahan Prabowo Subianto.
"Tentu ini tidak baik dan sangat merugikan pemerintahan. Untuk itu ke depan, pola dan gaya komunikasinya harus diperbaiki. Ini penting untuk mencegah kegaduhan dan kontroversial di masyarakat," ujarnya memberi saran.
Gaya komunikasi Menkes Budi yang belakangan jadi sorotan itu turut dapat atensi dari DPR. Lili menyebutkan, sudah tepat sikap DPR turut menegur Menkes agar lebih hati-hati dalam berucap.
"Daya kira apa yang disampaikan oleh anggota DPR sebagai wujud dari aspirasi publik. Sebagai wakil rakyat, ia menyuarakan apa yang menjadi keresahan di denyut hati rakyat karena statement pak menteri kerap kontroversial. Oleh karena itu tepat kiranya anggota DPR kemudian menegurnya dan bahkan mengkritiknya," tutur dia.
Sebelumnya, anggota Komisi IX DPR RI Zainul Munasichin meminta Menkes Budi tidak membuat gaduh publik dengan pernyataannya yang kontroversial akhir-akhir ini. Menurutnya, Budi sebaiknya lebih fokus pada peningkatan kinerja dan menyelesaikan berbagai persoalan yang ada.
Ada beberapa pernyataan Menkes Budi yang memunculkan kontroversi di tengah masyarakat. Yang terbaru Menkes menyebut bahwa orang yang bergaji Rp 15 juta pasti lebih sehat dan pintar dari pada orang yang bergaji Rp 5 juta.
"Jelas menimbulkan kontroversi. Pernyataan itu tidak penting dan tidak seharusnya disampaikan Menteri Kesehatan," kata Zainul kepada wartawan, dikutip Selasa (20/5/2025).
Baca Juga: Guru Besar Kedokteran Ramai-ramai Protes Menkes, Pakar Ingatkan Kembali ke Tujuan Bersama
Selain itu, Menkes Budi juga menyatakan bahwa pria dengan ukuran celana jeans di atas 32-33 cenderung mengalami obesitas dan berisiko lebih cepat meninggal dunia. Pernyataan itu juga menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
Untuk itu, Zainul meminta agar Menkes Budi berhenti membuat kontroversi. Lebih baik Menkes fokus dalam melaksanakan tugasnya dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sekarang ini.
Istana Respons Desakan Copot Menkes Budi
Di sisi lain, pihak Istana Negara merespons permintaan para guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang mendesak evaluasi hingga penggalangan petisi pencopotan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dari jabatannya.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (23/5/2025), menyatakan pemerintah mendengarkan dengan serius setiap aspirasi dari masyarakat, khususnya komunitas medis.
"Dokter kan adalah individu-individu atau insan-insan pilihan. Pasti memberikan masukan itu berdasarkan dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang," ujar Prasetyo Hadi sebagaimana dilansir Antara.
Prasetyo yang juga Juru Bicara Presiden itu mengatakan pemerintah telah menerima masukan tersebut, baik secara resmi maupun informasi yang diperoleh melalui pemberitaan media massa. Masukan itu tengah dipelajari secara mendalam guna menemukan akar persoalan dan merumuskan solusi yang tepat.
“Karena semua pihak pasti punya niat yang baik. Forum-forum asosiasi profesi dokter tentu menginginkan kebaikan untuk sistem kesehatan kita,” katanya.
Terkait kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dinilai tidak sesuai dengan AstaCita, visi pembangunan nasional, Prasetyo menegaskan perlunya komunikasi dan evaluasi bersama.
Ia juga menyebut jika ada catatan dalam proses penyusunan kebijakan, hal itu perlu diperbaiki tanpa perlu mengganggu layanan kesehatan masyarakat.
Desakan terhadap Menkes Budi Gunadi Sadikin mencuat setelah 121 guru besar FKUI mengirim surat kepada Presiden Prabowo Subianto yang menyoroti kondisi sistem pendidikan kedokteran dan kesehatan yang dinilai memprihatinkan.
Mereka mengkritik narasi negatif terhadap profesi dokter serta perubahan tata kelola kolegium kedokteran di bawah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dianggap mengancam independensi dan objektivitas lembaga profesi, serta menyerukan pentingnya dialog dan kemitraan antarlembaga.
Selain itu tekanan publik juga datang melalui petisi daring yang menuntut pencopotan Menkes Budi dibuat oleh Sekretariat Aliansi Ketahanan Kesehatan Bangsa sejak 4 Mei 2025.
Petisi tersebut menilai kebijakan Menkes Budi tidak berpihak pada rakyat dan profesionalisme kesehatan, termasuk penghentian sepihak program PPDS, pembukaan fakultas kedokteran tanpa perencanaan distribusi SDM, hingga promosi asuransi swasta dan penggunaan influencer untuk kebijakan publik.
Menkes Budi menanggapi kritik Guru Besar FKUI dengan menyatakan bahwa ketidaknyamanan adalah hal yang wajar dalam proses transformasi kebijakan.
Ia mengakui perubahan yang dilakukan Kemenkes mungkin menggoyahkan kepentingan pihak tertentu, tapi ditegaskan bahwa semua kebijakan dirancang demi kepentingan masyarakat luas.
“Kemenkes hanya melakukan kebijakan yang berbasis kepentingan masyarakat,” ujar Menkes di Jakarta, Sabtu (17/5).
Ia menekankan bahwa meskipun ada banyak pemangku kepentingan dalam sektor kesehatan, prioritas utama Kemenkes adalah melayani 280 juta rakyat Indonesia.