Suara.com - Di tengah konflik terbuka antara Kementerian Kesehatan dan ratusan akademisi kedokteran, seruan untuk memperkuat kerja sama lintas sektor dalam pendidikan kedokteran turut digaungkan.
Pengamat kesehatan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama menekankan bahwa hanya melalui kolaborasi, bukan pertentangan, mutu kesehatan masyarakat Indonesia dapat dijaga dan ditingkatkan.
"Kalau ada pertentangan antara satu dan lainnya maka tentu jadinya tidak produktif dan pada akhirnya merugikan kesehatan bangsa kita," kata Tjandra kepada Suara.com, dihubungi Selasa (27/5/2025).
Ia mengusulkan agar Indonesia mulai serius mengembangkan program pendidikan kedokteran yang berpihak pada wilayah pedesaan.
Ada tiga alasan utama yang mendasarinya. Pertama, masih banyaknya masyarakat Indonesia tinggal di desa. Berdasarkan data Bank Dunia 2023 mencatat bahwa 41,43 persen penduduk Indonesia tinggal di desa.
Kedua, prinsip WHO “Health for All” menuntut pelayanan kesehatan merata. Dan ketiga, Indonesia memiliki banyak fakultas kedokteran bermutu dengan dosen yang sudah diakui secara internasional.
"Untuk ini maka jelas perlu kerja sama berbagai sektor yang terlibat dalam pendidikan kedokteran," ujar Direktur Pascasarjana Universitas YARSI tersebut.
Menurutnya wacana penguatan pendidikan kedokteran yang inklusif dan kolaboratif jauh lebih penting untuk dibahas ketimbang mempertajam ketegangan yang tidak membawa solusi.
Diketahui sejak pertengahan Mei 2025, terjadi ketegangan antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan komunitas akademisi kedokteran di Indonesia.
Baca Juga: Puluhan Guru Besar Fakultas Kedokteran Unhas Demo Menteri Kesehatan
Sebelumnya ratusan guru besar dan dekan fakultas kedokteran dari berbagai universitas menyuarakan keprihatinan terhadap sejumlah kebijakan Kemenkes yang dianggap mengancam independensi dan kualitas pendidikan kedokteran di tanah air.
Salah satu isu utama adalah perubahan tata kelola kolegium kedokteran yang kini berada di bawah kendali Kemenkes. Para akademisi menilai hal ini mengurangi independensi kolegium dalam menetapkan standar kompetensi dan kurikulum pendidikan dokter.
Mereka juga mengkritisi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berbasis rumah sakit yang dinilai dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan institusi pendidikan dan organisasi profesi.
![Puluhan Guru Besar Fakultas Kedokteran Unhas menyatakan sikap keprihatinan terhadap masalah pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan di Indonesia, Selasa 20 Mei 2025 [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/20/46770-demo-guru-besar-fakultas-kedokteran.jpg)
Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menyatakan bahwa kebijakan Kemenkes berpotensi menurunkan mutu pendidikan dokter dan berdampak langsung pada pelayanan kesehatan masyarakat.
Sementara itu, guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) mengeluarkan Maklumat Padjadjaran yang meminta Presiden RI mengevaluasi kinerja Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Kritik serupa juga datang dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) yang menyoroti mutasi masif tenaga kesehatan tanpa konsultasi memadai dengan institusi pendidikan dan organisasi profesi.