Menurutnya, stok beras mengalami surplus merupakan wujud keberhasilan pemerintah dalam hal mengimplementasikan kebijakan kepada para petani. Kebijakan yang dianggap tepat sasaran itu mulai dari peningkatan kuota pupuk bersubsidi, reformasi distribusi pupuk agar lebih tepat sasaran, hingga penetapan harga gabah minimal Rp6.500 per kilogram.
Kebijakan tersebut bukan hanya membantu produktivitas, tetapi juga memberikan insentif psikologis kepada petani bahwa negara hadir mendukung kerja keras mereka,” beber Rajiv.
Lebih lanjut, Rajiv juga mengapresiasi peran Perum Bulog yang dianggap berhasil dalam hal penyerapan beras yang mencapai 2,429 juta ton per akhir Mei 2025. Dia menganggap capaian penyerapan beras itu menjadi rekor dalam 57 tahun terakhir.
Menanggapi surplusnya stok beras, Rajiv menganggap hal ini menandakan kebutuhan nasioal tidak melulu bergantung dengan pasokan impor jika kebijakan berpihak kepada kalangan petani.

Meski mendapatkan apresiasi, pemerintah turut diwanti-wanti agar tidak senang dulu. Dia pun mengingatkan agar pemerintah terus melakukan evaluasi terkait kebutuhan domestik, termasuk beras.
Menurutnya, lonjakan stok belum tentu linier dengan stabilitas harga di pasar atau keterjangkauan beras bagi masyarakat di seluruh pelosok negeri.
"Distribusi harus dikawal ketat, jangan sampai stok tinggi tapi harga tetap mencekik rakyat kecil, terutama di daerah-daerah yang sulit akses,” bebernya.
Terkait wacana ekspor beras, Rajiv menyarankan pemerintah agar lebih berhati-hati. Ia menyambut baik terbukanya peluang ekspor seperti permintaan dari Malaysia, namun mengingatkan bahwa kebutuhan domestik tetap harus menjadi prioritas utama.
“Kita jangan tergoda mengejar surplus ekspor tanpa terlebih dahulu menjamin bahwa dapur-dapur rakyat di pelosok negeri sudah benar-benar aman dari kelangkaan atau lonjakan harga,” ujarnya.
Baca Juga: Ungkit Nama Jokowi, Analis Ungkap 2 Hal yang Bikin PDIP Urung Gelar Kongres
Lebih lanjut, dia juga meminta agar pemerintah juga bisa terus mendorong kebutuhan pangan selain beras. Hal itu lanjutnya, menjadi strategi jitu dari pemerintah untuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama yang memang mengandalkan pangan lainnya seperti jagung, sorgum dan umbi-umbian.
“Ketahanan pangan tidak bisa hanya bergantung pada beras. Kita harus mulai serius mendorong komoditas lokal lain seperti sorgum, jagung, dan umbi-umbian yang sesuai dengan kearifan lokal masing-masing wilayah,” pungkasnya.