Suara.com - Suhu politik nasional kembali memanas setelah politisi PDIP Beathor Suryadi melontarkan tuntutan keras kepada mantan presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Tidak tanggung-tanggung, Beathor mendesak Jokowi untuk meminta maaf secara terbuka kepada bangsa dan negara, atas polemik ijazah yang terus bergulir tanpa akhir.
Tak hanya itu, Beathor juga menyuarakan desakan agar putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, ditarik mundur dari jabatan Wakil Presiden RI.
Tuntutan ini menjadi babak baru dalam dinamika hubungan antara Jokowi dan PDIP yang terputus pasca-Pilpres 2024.
Beathor Suryadi secara spesifik menyoroti dugaan bahwa ijazah sarjana Jokowi tidak pernah terverifikasi secara sah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sepanjang karier politiknya.
"21 tahun Jokowi berkuasa (sejak Wali Kota Solo) tanpa memiliki dokumen di KPUD dan KPU RI. Kita tuntut Jokowi minta maaf kepada bangsa dan negara," kata Beathor dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 1 Juli 2025.
Menurutnya, Jokowi tak mempunyai ijazah S1 sejak menjabat Wali Kota Solo (2005-2012), Gubernur DKI Jakarta (2012-2014), hingga dua periode kepresidenan (2014-2024).
Kontroversi Ijazah yang Tak Kunjung Reda
Isu keaslian ijazah Presiden Jokowi sebenarnya bukan hal baru.
Baca Juga: Heboh Konten Kreator Ini Usulkan Gibran Jadi Pelatih Arsenal, Alasannya 'di Ujung Jurang'
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah melakukan penyelidikan dan memastikan bahwa ijazah S1 dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) milik Jokowi adalah asli.
Namun, pernyataan resmi dari kepolisian nyatanya belum mampu membungkam polemik sepenuhnya.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyatakan bahwa kesimpulan polisi tidak bersifat mengikat secara yuridis.
"Satu-satunya lembaga yang berwenang memutuskannya adalah pengadilan."
Hal ini sejalan dengan fakta bahwa gugatan perdata terkait ijazah Jokowi masih terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Yogyakarta, menunjukkan bahwa keraguan di sebagian kalangan masyarakat masih belum terjawab.
Keraguan publik ini diperkeruh dengan berbagai klaim, termasuk yang diutarakan oleh mantan Menpora Roy Suryo, yang menyoroti hal-hal teknis dalam dokumen tersebut.
Situasi ini, menurut para pengamat, berpotensi terus menjadi isu liar jika tidak ada putusan hukum yang final dan berkekuatan tetap.
Desakan Pemakzulan Gibran dan Tawaran Jalan Keluar
Serangan Beathor Suryadi tidak berhenti pada isu ijazah. Ia juga mengaitkannya dengan posisi politik Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029.
Menurut Beathor, Jokowi perlu mengambil sikap tegas di tengah menguatnya desakan pemakzulan terhadap Gibran.
"Selain permintaan maaf, Jokowi juga perlu mengumumkan penarikan mundur Gibran Rakabuming Raka dari Jabatan Wakil Presiden," tegas Beathor.
Desakan pemakzulan Gibran sendiri telah disuarakan oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk Forum Purnawirawan Prajurit TNI (FPPTNI) yang telah secara resmi mengirimkan surat tuntutan ke DPR dan MPR.
Akar masalahnya adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90 yang dianggap cacat hukum karena membuka jalan bagi Gibran untuk maju sebagai cawapres.
Putusan ini menjadi kontroversial karena melibatkan konflik kepentingan Ketua MK saat itu, Anwar Usman, yang merupakan paman dari Gibran.
Beathor berpendapat, pengunduran diri Gibran secara sukarela adalah solusi cepat untuk meredam gejolak politik.
Ia membandingkannya dengan proses pemakzulan melalui MK dan MPR yang panjang dan kompleks, sesuai dengan Pasal 7A UUD 1945.
"Proses ini (di MK dan MPR) untuk memperjelas kita telah kembali kepada konstitusi asli bangsa Indonesia. Namun dengan pengunduran diri Gibran, proses cukup 2 hari saja, lebih cepat dibanding pemakzulan," kata dia memungkasi.