Suara.com - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Irjen Pol (Purn) Drs. Frederik Kalalembang, angkat suara terkait kematian tragis diplomat muda Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan (39).
Korban yang ditemukan meninggal dunia secara tidak wajar di kamar kosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Ia meminta masyarakat untuk menahan diri dari membentuk kesimpulan sepihak dan mempercayakan sepenuhnya proses penyelidikan kepada Polda Metro Jaya.
“Kita harus memberi ruang kepada penyidik untuk bekerja. Mereka memiliki alat, metode, dan pengalaman dalam menelusuri kebenaran. Jangan dulu percaya pada potongan-potongan video atau narasi yang berseliweran di media sosial. Fakta hanya bisa ditemukan lewat proses ilmiah yang terukur,” kata Frederik, Senin (14/7/2025).
Frederik menilai, penyidikan kasus ini harus berbasis Scientific Crime Investigation (SCI), sebuah metode yang mengandalkan bukti fisik, analisis forensik, dan urutan kejadian secara presisi.
Kematian yang menimbulkan tanda tanya seperti ini tidak cukup ditentukan oleh persepsi publik, melainkan harus dibuktikan secara menyeluruh melalui olah TKP, keterangan saksi, rekaman elektronik, dan temuan laboratorium.
Salah satu yang kini tengah dikaji penyidik adalah rekaman CCTV di sekitar kamar kos korban. Video tersebut menunjukkan bahwa Arya terakhir kali terlihat masuk ke kamar sekitar pukul 23.25 WIB.
Ia tampak sendirian, membawa plastik belanja, dan membuka pintu dengan kartu akses. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada indikasi paksaan atau kehadiran orang lain pada saat itu, setidaknya di awal.
Namun pagi harinya, ketika korban tak bisa dihubungi oleh istrinya, penjaga kos diminta untuk memeriksa ke dalam kamar. CCTV juga memperlihatkan proses pembukaan paksa jendela oleh penjaga dan seorang saksi lain, sebelum akhirnya jenazah ditemukan.
Baca Juga: 4 Hal yang Paling Disorot dalam Kasus Kematian Misterius Diplomat Kemlu, Arya Daru Pangayunan
Di sinilah spekulasi liar mulai muncul, ada yang menyoroti gorden yang tampak bergoyang dalam rekaman, seolah ada sosok lain yang bergerak di dalam kamar. Namun menurut Frederik, interpretasi seperti itu tidak bisa dijadikan dasar kesimpulan hukum.
“Bisa jadi itu hanya hembusan AC atau reaksi alamiah dari ruangan tertutup. Tapi penyidik tidak akan tinggal diam. Semua kemungkinan, sekecil apa pun, akan diuji melalui pendekatan ilmiah,” tegas Frederik yang merupakan purnawiran Jenderal Polisi bintang dua.
Dijelaskan Frederik, yang juga menjadi titik perhatian publik adalah keberadaan lakban yang membungkus bagian kepala dan wajah korban. Banyak pihak bertanya-tanya, mungkinkah seseorang melilit lakban ke kepalanya sendiri hingga menutup wajah dan mulut?
Frederik yang pernah bertugas selama 35 tahun di kepolsian menjelaskan, penyidik tentu akan menguji aspek ini dari berbagai sudut, baik teknis maupun medis.
Apakah pola lilitan memungkinkan dilakukan secara mandiri? Bagaimana tekanan dan arah tempelannya? Adakah bekas perlawanan atau luka yang tidak wajar?
Tak hanya itu, sejumlah barang bukti lain seperti obat sakit kepala dan lambung, plastik belanjaan, dan sisa makanan juga diamankan dari TKP. Semua ini bukan sekadar benda mati, tapi bisa menyimpan petunjuk vital tentang kondisi korban sebelum meninggal.
Apakah ia mengalami sakit? Apakah ada kandungan zat tertentu dalam tubuhnya? Termasuk apakah ada interaksi terakhir via ponsel dengan seseorang?
Di sisi lain, komunikasi terakhir dengan sang istri juga menjadi elemen penting dalam penyelidikan. Istri korban diketahui sempat menghubungi suaminya sekitar pukul 20.00–21.00 WIB, beberapa jam sebelum korban ditemukan tak bernyawa.
Dikatakan Frederik, dari komunikasi ini, penyidik bisa menggali kondisi psikologis korban saat itu. Apakah ia dalam tekanan? Apakah ada kata-kata perpisahan atau kecurigaan tertentu?
“Semua pertanyaan ini tidak bisa dijawab lewat spekulasi. Tapi bisa dijawab melalui pembacaan menyeluruh atas jejak digital, percakapan terakhir, dan hasil otopsi forensik,” jelas Frederik.
Ia juga menambahkan, bahwa dalam kasus seperti ini, motif menjadi kunci. Bila ini benar bunuh diri, maka motifnya harus jelas, apakah terkait tekanan psikologis, masalah pribadi, konflik pekerjaan, atau relasi rumah tangga.
Namun jika ditemukan bahwa kematian ini akibat intervensi pihak lain, maka motif pembunuhan harus dibuka secara transparan: apakah karena sakit hati, masalah ekonomi, hubungan asmara, atau bahkan kemungkinan keterkaitan dengan posisi korban sebagai diplomat.
Frederik meminta penyidik untuk bekerja cermat namun juga cepat. Ia mendorong agar kepolisian, dalam batas yang diperbolehkan hukum, bisa memberikan penjelasan awal kepada publik guna meredam informasi liar yang kini membanjiri ruang digital.
“Masyarakat perlu diberi informasi yang utuh dan sahih. Jika tidak, ruang kosong itu akan diisi oleh dugaan yang bisa menyesatkan. Dan ini bisa merugikan semua pihak, termasuk keluarga korban yang saat ini berduka,” ujar Frederik.
Ia menekankan, kepercayaan terhadap lembaga kepolisian akan tumbuh jika penanganan kasus disampaikan secara terbuka, logis, dan berdasarkan bukti.
Frederik meyakini, tim penyidik Polda Metro Jaya memiliki kompetensi dan integritas untuk menuntaskan perkara ini hingga terang-benderang.
“Kita semua ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi kebenaran itu hanya bisa muncul jika kita sabar dan tidak mendahului proses hukum. Mari kita kawal bersama, tapi jangan menghakimi. Karena hanya penyelidikan yang sah dan berbasis ilmu yang bisa menjawab, apakah ini kecelakaan, bunuh diri, atau pembunuhan,” ujarnya.