suara hijau

Tenaga Surya dan Angin Kini Jadi Pilihan Termurah Sumber Energi, Kata PBB

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Rabu, 23 Juli 2025 | 11:41 WIB
Tenaga Surya dan Angin Kini Jadi Pilihan Termurah Sumber Energi, Kata PBB
Ilustrasi energi surya sebagai energi terbarukan. (Pixabay)

Suara.com - Dunia disebut telah melewati titik kritis dalam transisi menuju energi bersih. Dua laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dirilis Selasa (23/7) menyebutkan bahwa tenaga surya dan angin kini hampir selalu menjadi pilihan paling murah dan paling cepat untuk membangun pembangkit listrik baru.

Tahun 2024 mencatat penambahan kapasitas energi terbarukan global mencapai 582 gigawatt, lonjakan hampir 20 persen dari tahun sebelumnya, sekaligus menjadi ekspansi tahunan terbesar dalam sejarah pencatatan.

Hampir seluruh pembangkit listrik baru yang dibangun tahun ini berasal dari sumber energi terbarukan.

Energi Terbarukan. (Dok. Istimewa)
Energi Terbarukan. (Dok. Istimewa)

Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyebut ini sebagai bukti nyata bahwa dunia telah bergerak maju sejak Perjanjian Paris.

“Bahan bakar fosil hampir habis, dan matahari terbit di era energi bersih. Ikuti saja uangnya,” kata Guterres demikian seperti dikutip dari Euro News. 

Dari sisi biaya, laporan Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) menunjukkan bahwa lebih dari 90 persen proyek energi terbarukan baru menghasilkan listrik dengan biaya lebih rendah dibandingkan bahan bakar fosil paling murah.

Tenaga surya kini bahkan 41 persen lebih murah dari fosil, sementara tenaga angin lepas pantai menjadi sumber energi baru paling terjangkau secara global.

Tak hanya murah, sektor ini juga menciptakan pertumbuhan. Pada 2023, energi bersih mendorong sekitar 10 persen pertumbuhan PDB global dan menyumbang hampir sepertiga pertumbuhan ekonomi di Eropa.

Namun, kemajuan ini bukan tanpa tantangan. Ketegangan geopolitik, tarif perdagangan, dan keterbatasan pasokan material disebut sebagai ancaman serius terhadap kelanjutan momentum transisi.

Baca Juga: Wagub Surya Bersama Menkes Groundbreaking RSUD Pratama Nias Barat

Di beberapa wilayah, seperti Eropa, hambatan struktural seperti keterlambatan perizinan dan terbatasnya kapasitas jaringan juga memperlambat ekspansi.

Masalah lainnya subsidi bahan bakar fosil masih mendominasi. Guterres menyoroti bahwa dana pemerintah untuk konsumsi bahan bakar fosil masih hampir sembilan kali lipat lebih besar dibandingkan untuk energi terbarukan.

“Negara-negara yang mempertahankan ketergantungan pada fosil tidak sedang melindungi ekonomi mereka, tapi justru menyabotasenya,” ujarnya.

Direktur Jenderal IRENA, Francesco La Camera, menambahkan bahwa agar transisi energi tetap inklusif dan berkelanjutan, diperlukan kerangka kebijakan yang stabil, kerja sama internasional yang kuat, serta penguatan rantai pasokan global, terutama untuk negara-negara berkembang.

“Transisi ke energi terbarukan tidak bisa dibalik. Tapi kecepatannya, dan keadilannya, tergantung pada keputusan yang kita buat hari ini,” pungkas La Camera.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI