suara hijau

Greenpeace Desak Pemerintah Terapkan Pajak untuk Orang Super Kaya dan Perusahaan Perusak Lingkungan

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Rabu, 06 Agustus 2025 | 13:14 WIB
Greenpeace Desak Pemerintah Terapkan Pajak untuk Orang Super Kaya dan Perusahaan Perusak Lingkungan
Ilustrasi kerusakan lingkungan akibat tambang batu bara di Kaltim. [kaltimtoday.co]

Suara.com - Di tengah ancaman krisis iklim dan ketimpangan ekonomi global yang semakin tajam, Greenpeace Indonesia mendesak pemerintah untuk mengambil langkah konkret dalam forum internasional melalui kebijakan pajak progresif.

Seruan ini disampaikan lewat surat resmi kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 31 Juli 2025, menjelang Konvensi Pajak PBB (UN Tax Convention) yang akan berlangsung dari Agustus hingga November mendatang.

Greenpeace mendorong Indonesia memimpin dorongan global untuk menerapkan pajak lingkungan terhadap perusahaan-perusahaan pencemar besar, serta pajak kekayaan progresif terhadap individu-individu ultra-kaya dan kelompok “super polluters”, mereka yang disebut terus meraup keuntungan di tengah krisis, sambil meninggalkan jejak emisi besar yang merusak bumi.

Ilustrasi pajak (pixabay.com)
Ilustrasi pajak (pixabay.com)

“Ini saatnya memanfaatkan momentum global untuk menuntut kontribusi nyata dan adil dari industri ekstraktif dan kelompok super-kaya, mereka yang terus meraup keuntungan masif di tengah krisis yang justru memperburuk penderitaan masyarakat dan kerusakan lingkungan,” ujar Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak.

Greenpeace menyebutkan bahwa ketimpangan ekonomi dan krisis iklim saling berkaitan erat.

Dalam laporannya, mereka merujuk pada data Oxfam 2023 yang mengungkap bahwa 1% orang terkaya di dunia kini menguasai kekayaan lebih dari USD 33,9 triliun, atau 22 kali lipat lebih besar dari kebutuhan tahunan untuk menghapus kemiskinan global. Kelompok elite ini juga menyumbang 16% dari total emisi karbon dunia, angka yang setara dengan gabungan emisi dari 5 miliar penduduk termiskin di dunia.

Sebaliknya, negara-negara berpendapatan rendah diperkirakan akan menanggung kerugian hingga USD 300 miliar per tahun akibat dampak krisis iklim.

Jika tidak ada langkah nyata, kerugian ekonomi global yang diakibatkan perubahan iklim dapat mencapai USD 38 triliun setiap tahunnya pada 2050.

Dalam suratnya kepada pemerintah, Greenpeace menekankan pentingnya sikap tegas Indonesia dalam mendukung prinsip “polluter pays” atau pencemar membayar. Prinsip ini dinilai menjadi fondasi penting dalam sistem perpajakan global untuk mendanai solusi iklim yang adil dan berkelanjutan.

Baca Juga: Viral Lagi Video Sri Mulyani Soal Manfaat Dana Pajak, Netizen: Tidak Sesuai Realita

Greenpeace juga mendesak Indonesia untuk menyuarakan dukungan terhadap Pajak Kekayaan Minimum Global dalam forum G20 yang tahun ini dipimpin oleh Afrika Selatan. Mereka menilai, pajak kekayaan yang dikenakan secara global terhadap individu ultra-kaya dan perusahaan ekstraktif multinasional bisa menjadi sumber penting bagi pembiayaan transisi energi dan pembangunan berkelanjutan.

“Pajak bukan sekadar instrumen ekonomi, tetapi alat perjuangan untuk masa depan bumi dan generasi mendatang,” kata Leonard.

Desakan Greenpeace mendapat dukungan publik. Dalam survei terbaru yang dilakukan bersama Oxfam di 13 negara, 86% responden mendukung pajak lebih tinggi untuk perusahaan minyak dan gas. Sementara itu, 90% menyatakan setuju pajak lebih besar dikenakan pada kelompok super kaya demi membantu masyarakat yang paling terdampak oleh bencana iklim.

Greenpeace juga menyatakan kesiapannya untuk berdiskusi langsung dengan pemerintah Indonesia mengenai potensi kebijakan fiskal progresif sebagai solusi atas darurat iklim yang sedang berlangsung. Surat yang mereka kirimkan juga ditembuskan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Luar Negeri, dan kementerian terkait lainnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI