Suara.com - Dugaan pungutan liar (pungli) di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) untuk memotong antrean haji 2024 enjadi sorotan tajam.
Biaya yang diminta disebut mencapai Rp75 juta per calon jemaah, sebuah angka fantastis yang hampir setara dengan harga satu unit motor premium Yamaha Xmax Tech MAX. Diketahui, skutik bongsor tipe tertinggi itu pada 2025 dibanderol Rp73.260.000.
Angka ini menjadi ironi, di mana biaya untuk mendapatkan jalan pintas ibadah suci setara dengan harga sebuah kendaraan mewah.
Dugaan ini pertama kali diungkap oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) yang mencium adanya praktik lancung dalam pembagian kuota haji tambahan dari Pemerintah Arab Saudi.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, membeberkan bahwa oknum-oknum tertentu diduga memanfaatkan celah ini untuk mencari keuntungan pribadi.
Besaran pungli yang dipatok pun tidak main-main, mencapai nilai ribuan dolar Amerika.
"Diduga ada pungli sebesar USD5 ribu, atau Rp75 juta, terhadap per jemaahnya, karena memang untuk berangkat haji itu antreannya panjang," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Senin, 11 Agustus 2025.
Menurut Boyamin, para calon jemaah haji terpaksa membayar biaya tambahan tersebut karena tergiur iming-iming bisa berangkat lebih cepat.
Lamanya waktu tunggu untuk haji reguler menjadi alasan utama mengapa praktik ini tetap menarik minat, meskipun biayanya sangat tinggi.
Baca Juga: Kasus Korupsi Kuota Haji Naik Penyidikan! MAKI: Dugaan Pungli Rp 75 Juta per Jemaah
"Kalau haji plus tujuh tahun, kalau yang haji biasa bisa 20 sampai 30 tahun," ucap Boyamin.
Praktik haram ini, lanjut MAKI, tidak hanya merugikan jemaah tetapi juga mengacaukan sistem pembagian kuota yang sudah diatur.
Kuota tambahan sebesar 20 ribu dari Arab Saudi seharusnya dialokasikan dengan porsi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Namun, dalam praktiknya, pembagian tersebut diduga diubah drastis menjadi 50:50.
Sementara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah mempercepat proses penyidikan kasus dugaan rasuah di Kemenag.
Meski belum ada tersangka yang ditetapkan, KPK memutuskan menaikkan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan agar memiliki kewenangan lebih dalam mengumpulkan bukti.
"Karena tentu saja, pada proses penyelidikan ini ada keterbatasan, di mana dalam penyelidikan belum bisa melakukan upaya paksa penggeledahan, penyitaan, dan seterusnya," kata pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam keterangannya di Jakarta, dikutip pada Senin, 11 Agustus 2025.
Asep menjelaskan bahwa langkah ini krusial untuk membongkar tuntas praktik korupsi tersebut.
Tim penyidik kini berfokus mengumpulkan bukti-bukti yang lebih kuat untuk bisa menjerat pihak-pihak yang bertanggung jawab dan menetapkan tersangka.
Pihak MAKI pun menegaskan akan terus mengawasi kinerja KPK dalam menangani kasus ini. Boyamin bahkan mengancam akan mengambil langkah hukum jika proses penyidikan berjalan lambat atau tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan.
"MAKI tetap akan mengawal, kalau nanti lemot lagi, ya kita buat praperadilan lagi," tegas Boyamin.
Dalam pengembangan kasus ini, KPK telah memanggil dan memeriksa sejumlah saksi, mulai dari pejabat di lingkungan Kemenag hingga pihak swasta penyedia jasa travel umrah, salah satunya adalah Ustaz Khalid Basalamah.
Terbaru, KPK telah memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025. Dengan ditingkatkannya status menjadi penyidikan, Yaqut dipastikan akan kembali dipanggil.