Suara.com - Fenomena bendera anime One Piece yang viral sebagai simbol perlawanan masyarakat, terutama para sopir truk, memantik reaksi keras dari budayawan Sujiwo Tejo.
Baginya, ini bukan sekadar ekspresi kekecewaan, melainkan sebuah alarm krisis identitas dan kegagalan kolektif dalam merawat narasi budaya lokal yang sesungguhnya jauh lebih relevan.
Sujiwo Tejo, dalam sebuah diskusi, tak menampik bahwa bendera tengkorak bertopi jerami itu menjadi simbol yang kuat.
Namun, kekuatannya bukan berasal dari gambar itu sendiri, melainkan karena telah dimuati oleh emosi dan kekesalan masyarakat. Ia memahami ini adalah bentuk protes dari kalangan bawah, seperti para sopir truk yang merasa terdesak oleh kebijakan.
"Bendera One Piece menjadi menakutkan bagi sebagian pihak, bukan karena simbolnya semata, tetapi karena bendera tersebut dimuati oleh kekesalan masyarakat bawah," ujar Sujiwo Tejo dikutip dari podcast YouTube Kanal SA pada Selasa (12/8/2025).
Namun, di sinilah letak kegelisahan budayawan yang juga seorang dalang wayang tersebut. Ia mempertanyakan mengapa masyarakat, khususnya generasi muda, harus "mengimpor" simbol perlawanan dari Jepang ketika Nusantara memiliki segudang tokoh dengan spirit yang sama, bahkan lebih mengakar.
"Ini adalah kegagalan bersama, termasuk saya sebagai dalang," tegasnya.
Wisanggeni dan Brandal Lokajaya, Simbol Pemberontakan Asli Nusantara
Sujiwo Tejo lantas menyodorkan beberapa nama dari khazanah budaya lokal yang bisa menjadi representasi perlawanan. Salah satunya adalah Wisanggeni, tokoh istimewa dalam pewayangan Jawa.
Baca Juga: Bendera One Piece Berkibar, Captain Jack Bikin 'Lautan Jari Tengah' di Cherrypop Festival 2025
Putra Arjuna ini dikenal karena kelahirannya yang tak dikehendaki dan dibuang ke kawah Candradimuka, namun justru tumbuh menjadi ksatria yang sakti, pemberani, dan tegas.
Karakternya yang tak gentar bahkan pada dewa sekalipun menjadikannya simbol pemberontakan dari kaum yang tersisih dan diremehkan.
"Kenapa bukan Wisanggeni?" lontar Sujiwo Tejo, menyiratkan betapa heroiknya kisah tokoh wayang yang satu ini.
Wisanggeni adalah cerminan dari kekuatan yang lahir dari penindasan, sebuah narasi yang sangat cocok dengan semangat perlawanan kaum tertindas.
Selain Wisanggeni, ada pula Brandal Lokajaya, nama muda dari Sunan Kalijaga.[5] Sebelum menjadi Wali Songo, Raden Syahid adalah seorang 'Robin Hood' dari tanah Jawa.
Ia memberontak melawan pejabat-pejabat korup di lingkaran kekuasaan dengan merampok harta mereka untuk dibagikan kepada rakyat miskin yang menderita akibat upeti yang mencekik.