Perjalanan Bupati Sudewo Didesak Mundur, Pajak 250 Persen hingga Demo Berujung Rusuh

Eko Faizin Suara.Com
Rabu, 13 Agustus 2025 | 18:10 WIB
Perjalanan Bupati Sudewo Didesak Mundur, Pajak 250 Persen hingga Demo Berujung Rusuh
Perjalanan Bupati Sudewo Didesak Mundur, Pajak 250 Persen hingga Demo Berujung Rusuh [Instagram]

Suara.com - Gelombang protes yang dimotori oleh aliansi masyarakat menuntut Bupati Pati Sudewo untuk lengser dari jabatannya.

Puncak kemarahan publik meledak dalam sebuah demonstrasi besar-besaran pada Rabu (13/8/2025), yang sayangnya harus diwarnai dengan kericuhan.

Perjalanan menuju desakan mundur ini tidak terjadi dalam semalam, melainkan akumulasi dari serangkaian kebijakan kontroversial yang dinilai tidak pro-rakyat.

Akar Masalah: Kebijakan yang Memicu Amarah

Semua bermula dari satu kebijakan yang dianggap "mencekik" warga: kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250%.

Pemerintah Kabupaten Pati berdalih, kenaikan ini diperlukan karena PBB di Pati tidak pernah naik selama 14 tahun dan untuk menggenjot pembangunan infrastruktur.

Namun, kebijakan ini sontak mendapat penolakan keras dari masyarakat. Bagi warga, kenaikan drastis di tengah kondisi ekonomi yang sulit adalah sebuah pukulan telak.

"Harapannya kalau menaikkan pajak harus dipikirkan kondisi rakyatnya, jangan arogan," keluh Alinani, seorang warga Batangan yang pajaknya melonjak dari Rp25 ribu menjadi Rp144 ribu.

Bukannya mereda, situasi justru semakin panas ketika Bupati Sudewo melontarkan pernyataan yang dianggap menantang warganya untuk berdemonstrasi.

Baca Juga: Viral Fakta Mengejutkan Surat Bupati Pati Mundur Saat Didemo, Sudewo Tak Tanda Tangan?

"Siapa yang akan melakukan penolakan? Silakan lakukan, jangan hanya 5.000 orang, 50 ribu orang suruh ngerahkan, saya tidak akan gentar, saya tidak akan mengubah keputusan," ujarnya dalam sebuah video yang viral.

Pernyataan ini menyulut emosi publik dan menjadi pemantik gerakan perlawanan yang lebih besar.

Rentetan Kebijakan Tak Populer

Kemarahan warga ternyata tidak hanya dipicu oleh isu pajak. Terungkap ada beberapa kebijakan lain yang turut menambah daftar kekecewaan publik:

Pemecatan 220 Pegawai Honorer RSUD: Di tengah upaya rasionalisasi, sebanyak 220 pegawai honorer RSUD RAA Soewondo diberhentikan tanpa pesangon.

Banyak dari mereka telah mengabdi selama puluhan tahun.

"Kami berbeda-beda formasi, tapi sama sekali tidak dapat pesangon, hanya JMO," ujar Ruha, salah seorang mantan pegawai yang telah mengabdi selama 20 tahun.

Kebijakan Lima Hari Sekolah: Aturan yang baru diterapkan ini juga menuai protes, terutama dari kalangan pendidik agama.

Kebijakan ini dinilai berpotensi mematikan kegiatan di Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) dan Madrasah Diniyah karena jam belajar yang lebih padat membuat anak-anak kelelahan.

Regrouping Sekolah: Kebijakan penggabungan beberapa sekolah juga menimbulkan kekhawatiran, terutama di kalangan guru honorer yang cemas akan kehilangan pekerjaan.

Puncak Amarah, Demo Berujung Rusuh

Meski Bupati Sadewo akhirnya membatalkan kenaikan PBB 250% dan kebijakan lima hari sekolah, nasi telah menjadi bubur. Kepercayaan publik terlanjur terkikis.

Aliansi Masyarakat Pati Bersatu tetap menggelar aksi besar-besaran pada 13 Agustus 2025 dengan satu tuntutan utama: Bupati Sudewo mundur.

Aksi yang awalnya damai berubah menjadi ricuh.

Di tengah kekacauan, Bupati Sudewo akhirnya menemui para demonstran dari atas mobil rantis polisi dan menyampaikan permohonan maaf singkat.

"Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, saya akan berbuat lebih baik," ucapnya di tengah sorakan massa.

Namun, permintaan maaf itu seolah tak mampu meredam amarah warga yang sudah memuncak.

Eskalasi konflik ini direspons cepat oleh DPRD Kabupaten Pati. Dalam sebuah rapat paripurna darurat, seluruh fraksi, termasuk partai pengusung Sudewo, sepakat untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket.

"Mencermati kondisi di masyarakat, menimbang banyak masyarakat yang terluka, maka sepakat mengambil hak angket dan pembentukan Pansus," kata pimpinan DPRD Pati.

Langkah ini menjadi babak baru dalam upaya pemakzulan Bupati Sudewo secara konstitusional.

Kasus di Pati ini menjadi pengingat keras bagi para pemimpin daerah tentang pentingnya komunikasi publik dan penyusunan kebijakan yang partisipatif.

Bola panas kini berada di tangan DPRD melalui Pansus Hak Angket yang akan menentukan nasib kepemimpinan Bupati Sadewo selanjutnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI