Sindir LSM Tukang Kritik, Mahfud MD Justru Bela Kebijakan Prabowo Menggemukkan TNI

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Rabu, 13 Agustus 2025 | 19:48 WIB
Sindir LSM Tukang Kritik, Mahfud MD Justru Bela Kebijakan Prabowo Menggemukkan TNI
Mahfud MD membela kebijakan Prabowo menggemukkan TNI. [Youtube Mahfud MD Offcial]

Suara.com - Kebijakan Presiden Prabowo Subianto untuk menambah Komando Daerah Militer (Kodam) dan ratusan satuan baru di tubuh TNI menuai gelombang kritik dari elemen masyarakat sipil.

Langkah ini dinilai sebagai sebuah kemunduran bagi agenda reformasi TNI yang telah berjalan puluhan tahun.

Di tengah polemik tersebut, mantan Menko Polhukam Mahfud MD muncul dengan analisis tajam dan tak terduga, memberikan sebuah perspektif "orang dalam" yang menjelaskan logika di balik kebijakan kontroversial ini. Mahfud mengawali pandangannya dengan mengakui validitas kritik yang ada.

"Iya, kritik teman-teman LSM itu kemunduran reformasi," ujarnya dikutip dari Youtube Mahfud MD Offcial.

Namun, alih-alih ikut mengecam, Mahfud mencoba mengajak publik untuk memahami kemungkinan alasan strategis di balik keputusan Presiden Prabowo.

Ia menegaskan bahwa penambahan Kodam adalah wewenang penuh presiden. Menurutnya, untuk memahami langkah ini, kita harus melihat bagaimana lanskap ancaman terhadap negara telah berubah secara fundamental.

Ancaman Bergeser dari Perang Konvensional ke Perang Proksi

Mahfud mengingatkan kembali semangat awal reformasi yang memisahkan TNI untuk pertahanan dan Polri untuk keamanan.

"Pertahanan itu TNI, keamanan dan hukum itu polisi. Itu kan idenya agar masalah pertahanan itu hanya ngurusi masalah keutuhan bangsa, mengurusi kedaulatan artinya agar utuh bukan soal pelanggaran hukum," jelasnya.

Baca Juga: Sosok Nafa Arshana Terduga Istri TNI yang Tuduh Prada Lucky Kelainan Seksual

Masalahnya, definisi ancaman terhadap kedaulatan kini tidak lagi sesederhana dulu. Ancaman terbesar bukan lagi hanya perang terbuka dengan negara lain.

"Tetapi sekarang soal keutuhan bangsa, kedaulatan negara itu perkembangannya kan bukan hanya perang. Sekarang proxy orang memecah belah bangsa dari dalam," ujar Mahfud.

Ancaman baru inilah yang disebut Mahfud sebagai "perang proksi". Ia mencontohkan radikalisme sebagai salah satu bentuknya.

Menurutnya, radikalisme itu ide yang bergerak yang belum yang tidak mesti menjadi terorisme. Dari sudut pandang ini, kehadiran aparat pertahanan di berbagai lini menjadi sebuah kebutuhan untuk membendung ideologi yang merusak dari dalam.

"Itu kan untuk menjamin keamanan dan ketahanan pertahanan negara itu kan harus ada di berbagai lini. Gitu Mungkin pikirannya (Pak Prabowo) gitu. Jadi membesarkan itu karena antara lain misalnya meng-cover persoalan," tutur Mahfud.

Pilihan Politik dan Pesan untuk Para Pengkritik

Menjawab kritik yang menyebut seharusnya pemerintah fokus pada peningkatan kapasitas SDM ketimbang memperbesar struktur, Mahfud menyebutnya sebagai sebuah pilihan politik. Ia menekankan bahwa tidak ada aturan hukum yang dilanggar.

"Di dalam undang-undang juga gak ada loh yang menyatakan bahwa Kodam itu hanya 15, polisi harus sekian. Gak ada. Itu kan pilihan politik," tegasnya.

Dengan pengalamannya sebagai mantan Menteri Pertahanan, Mahfud memberikan justifikasi lebih dalam.

"Saya orang dalam dulu. Jadi saya paham kebutuhan itu," ungkapnya.

"Di pertahanan itu bukan hanya perang dengan negara lain. Sekarang justru proksi menghancurkan ideologi dari dalam. Perpecahan itu yang dibangun oleh orang-orang yang ingin menghancurkan negara itu kan banyak di berbagai tempat, ada di desa-desa juga," papar Mahfud.

Meski begitu, ia menggarisbawahi posisinya. "Saya bukan setuju, tapi saya paham karena dulu saya pernah mendiskusikan itu tuh ketika saya Menhan itu dengan berbagai pihak."

Di akhir, Mahfud memberikan pesan penting bagi para pengkritik, khususnya dari kalangan LSM. Ia setuju bahwa keseimbangan dan kehati-hatian harus dijaga.

Namun, ia juga mengkritik praktik di mana sebuah usulan dilontarkan, namun ketika usulan itu diikuti dan ternyata menimbulkan masalah, sang pengusul enggan bertanggung jawab.

"Karena kadang kala kalau kita di LSM ngritik gitu ya, ngritik kalau lalu diikuti kritiknya lalu salah, LSM-nya Loh, saya kan hanya usul katanya. Gak bertanggung jawab kan," sindirnya.

"Tuh gak fair hidup bernegara. Ya kalau ngeritik ya harus tahu posisi orang lain yang bertanggung jawab siapa kan gitu," ujar Mahfud MD.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI