Suara.com - Gelombang tuntutan agar Bupati Pati, Sudewo, mundur dari jabatannya terus menguat pasca-demonstrasi besar yang diwarnai kericuhan pada Rabu (13/8/2025). Tekanan tidak hanya datang dari ribuan massa di jalan, tetapi juga dari gedung parlemen, di mana DPRD Pati telah sepakat membentuk panitia pemakzulan.
Kondisi ini memicu satu pertanyaan, dengan tekanan sekuat ini, bisakah Bupati Sudewo segera dilengserkan dari kursinya?
Menghadapi desakan tersebut, Sudewo sendiri telah memberikan jawaban tegas. Ia menolak untuk mundur hanya karena tuntutan massa dan mengingatkan bahwa ada prosedur yang harus dilalui.
“Saya kan dipilih oleh rakyat secara konstitusional dan demokratis, sehingga saya tidak bisa berhenti dengan tuntutan tersebut. Semuanya ada mekanismenya,” ujar Sudewo.
Pernyataan Sudewo soal "mekanisme" adalah kunci. Melengserkan seorang kepala daerah di tengah masa jabatan memang tidak sesederhana desakan publik atau manuver politik di DPRD. Prosesnya panjang, berjenjang, dan diatur ketat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).
Langkah Pertama: Hak Angket dan Sidang Paripurna DPRD
Langkah yang diambil DPRD Pati dengan membentuk panitia pemakzulan adalah gerbang awal. Proses ini dimulai dengan penggunaan hak angket untuk menyelidiki dugaan pelanggaran yang dilakukan kepala daerah.
Jika panitia menemukan bukti yang kuat, usulan pemberhentian harus diajukan dalam sidang paripurna DPRD. Syaratnya pun tidak mudah.
Usulan pemakzulan harus disetujui oleh minimal dua pertiga (2/3) dari jumlah anggota DPRD yang hadir, dalam sidang yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya tiga perempat (3/4) dari total anggota DPRD.
Baca Juga: Viral Fakta Mengejutkan Surat Bupati Pati Mundur Saat Didemo, Sudewo Tak Tanda Tangan?
Langkah Kedua: Ujian di Mahkamah Agung
Jika DPRD berhasil meloloskan usulan pemberhentian, bola tidak langsung gol. Keputusan DPRD tersebut harus diuji secara hukum di Mahkamah Agung (MA).
DPRD akan mengajukan permohonan kepada MA untuk memeriksa, mengadili, dan memutus apakah pendapat DPRD tersebut beralasan secara hukum.
MA memiliki waktu 30 hari untuk memutuskan. Di sinilah letak ujian krusialnya. MA akan menilai apakah bupati terbukti melakukan pelanggaran, seperti melanggar sumpah janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban, atau melakukan perbuatan tercela. Tuntutan massa atau tekanan politik tidak menjadi pertimbangan utama MA.
Langkah Ketiga: Keputusan Akhir di Tangan Presiden
Apabila putusan MA menyatakan pendapat DPRD terbukti, proses kembali ke parlemen daerah. DPRD akan kembali menggelar sidang paripurna untuk mengusulkan pemberhentian definitif kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.