Nikahi Pria Berkedok Wanita Bercadar: Kisah Cinta Buta Berujung Penipuan Rp28 Juta!

Kamis, 14 Agustus 2025 | 20:52 WIB
Nikahi Pria Berkedok Wanita Bercadar: Kisah Cinta Buta Berujung Penipuan Rp28 Juta!
Pelaku penipuan S digiring warga dan polisi karena menggunakan cadar dan pakaian panjang untuk menipu korban yang berniat untuk menikahinya. (Instagram)

Suara.com - Sebuah kisah tragis sekaligus ironis kembali mengguncang jagat maya.

Seorang pria berinisial S (25) dari Baubau nekat menyamar sebagai wanita bercadar demi mengelabui dan menikahi pria berinisial R (27) di Pinrang, Sulawesi Selatan.

Aksi yang telah merugikan korban lebih dari Rp28 juta ini terbongkar sesaat sebelum akad nikah, memicu amarah warga dan membuka tipuan tentang fenomena yang lebih besar: penyalahgunaan simbol agama untuk tindak kejahatan.

Kasus ini bukan sekadar berita kriminal biasa.

Ia adalah cermin dari kerentanan kita di era digital dan bagaimana simbol yang dihormati dapat dieksploitasi untuk tujuan paling hina.

Modus Operandi: Cinta Buta di Dunia Maya Berujung Petaka

Kisah S dan R adalah skenario klasik penipuan daring yang dibawa ke level ekstrem.

Berawal dari perkenalan di media sosial pada Juni 2025, S dengan lihai membangun persona sebagai 'Widya' seorang wanita bercadar yang salehah.

Komunikasi intens melahirkan hubungan asmara semu, yang sepenuhnya terjadi di balik layar gawai.

Baca Juga: Joko Anwar Minta KDM Diseret ke Pengadilan, Klarifikasi Maula Akbar-Putri Karlina Ramai Pembelaan

Menurut Kapolsek Lembang, Iptu Ridwan Mustari, pelaku berhasil meyakinkan korban hingga diajak bertemu keluarga di Baubau.

"Korban kemudian diajak ke Baubau untuk bertemu keluarga pelaku," ujar Ridwan.

Namun, alih-alih bertemu keluarga, korban justru dibawa ke pemakaman, sebuah taktik manipulatif untuk membangun cerita fiktif tentang orang tua yang telah tiada.

Puncak penipuan terjadi saat S setuju untuk dinikahi dan datang ke Pinrang. Selama berada di rumah korban, ia mempertahankan penyamarannya dengan sempurna.

"Saya datang di Pinrang tanggal 9, selama itu tidak pernah buka cadar kecuali saat mandi," tambah S saat diinterogasi.

Kedoknya baru terbuka saat ia gagal menunjukkan kartu identitas jelang akad, yang memicu kecurigaan keluarga dan berujung pada pembukaan cadar secara paksa.

Motif Utama: Murni Kriminal, Bukan Hasrat Tersembunyi

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apa motivasi S? Apakah ada unsur fetishisme, hasrat terpendam untuk berada di lingkungan wanita, atau murni kejahatan? Berdasarkan pengakuannya, jawabannya sangat jelas: ekonomi.

"Saya hanya memanfaatkan saja. Dia yang ajak kenalan dan dia yang ajak menikah," kata S dengan gamblang.

Pengakuan ini, ditambah dengan fakta bahwa ia telah menerima uang sebesar Rp28 juta lebih dari korban, mengarahkan penyelidikan pada satu kesimpulan: ini adalah tindak pidana penipuan dan pemerasan yang terencana.

Tidak ada indikasi bahwa S ingin "memuaskan nafsu" dengan berada di kerumunan wanita; ia hanya ingin memuaskan kantongnya dengan memanfaatkan kelengahan dan ketulusan korban.

Kasus ini menyoroti bagaimana penipu modern tidak lagi hanya mengandalkan surel dari 'pangeran Nigeria' tetapi telah berevolusi menggunakan rekayasa sosial yang kompleks.

Termasuk mengeksploitasi perasaan cinta dan kepercayaan agama.

Fenomena Penyamaran Berkedok Agama: Celah Keamanan yang Meresahkan

Kasus S di Pinrang, sayangnya, bukan anomali.

Ia adalah bagian dari tren yang lebih luas di mana pria menggunakan atribut busana muslimah untuk melakukan berbagai tindakan tercela.

Motifnya beragam, mulai dari yang konyol hingga yang sangat berbahaya:

Kriminal Murni: Seperti kasus S, penyamaran digunakan untuk mencuri di area khusus wanita (masjid, toilet, mal) atau melakukan penipuan. Cadar dan jilbab memberikan anonimitas sempurna.

Fetish atau Hasrat Seksual: Ada kasus di mana pria menyamar untuk bisa masuk ke ruang pribadi wanita, seperti toilet atau asrama, didorong oleh kelainan seksual atau voyeurisme.

Mencari Sensasi/Konten: Belum lama ini, jagat maya juga dihebohkan oleh ulah seorang influencer pria yang kerap berdandan seperti wanita.

Ia menyusup ke acara kajian khusus muslimah, merekam suasana, dan mengunggahnya sebagai konten.

Meskipun ia berdalih hanya untuk hiburan, tindakannya dianggap melecehkan dan melanggar privasi serta rasa aman para jamaah wanita.

Fenomena ini adalah alarm keras. Ia menunjukkan adanya celah keamanan sosial yang dieksploitasi.

Kepercayaan dan rasa hormat yang diberikan masyarakat kepada wanita berhijab atau bercadar justru menjadi senjata bagi para pelaku kejahatan.

Kisah dari Pinrang harus menjadi pelajaran pahit bagi kita semua.

Di satu sisi, pentingnya literasi digital dan sikap skeptis terhadap hubungan yang hanya terjalin di dunia maya tidak bisa lagi ditawar.

Di sisi lain, ini adalah pengingat bahwa kejahatan bisa datang dalam bentuk yang paling tidak terduga, bahkan bersembunyi di balik simbol-simbol yang paling kita hormati.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI