Hak politiknya untuk menduduki jabatan publik pun dicabut. Namun, putusan PK tidak hanya memangkas masa kurungan, tetapi juga mengurangi masa pencabutan hak politiknya.
Bagi publik, pembebasan ini adalah sebuah antiklimaks yang menyakitkan. Di saat rakyat kecil bisa dipenjara bertahun-tahun karena pencurian ringan, seorang koruptor triliunan rupiah bisa mendapatkan keringanan dan kembali menikmati hidup.
“Enggak ada [wajib lapor]. Karena kan denda subsidair sudah dibayar. Karena sudah melalui proses asesmen, dan yang bersangkutan berdasarkan hasil pemeriksaan PK itu sudah melampaui waktunya,” ujar Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, menambah daftar "kemudahan" yang diterima Setnov.
Lebih dari sekadar bebasnya satu orang, peristiwa ini adalah cerminan dari wajah hukum di Indonesia yang seringkali terasa bengkok.
Ini adalah bukti nyata dari adagium "hukum itu tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas".
Pembebasan Setya Novanto menjadi preseden buruk yang sekali lagi menggerus kepercayaan publik pada sistem peradilan, meninggalkan satu pertanyaan besar yang menggema, yakni jika begini akhirnya, siapa lagi yang akan takut untuk korupsi?