Suara.com - Gustika Jusuf mendadak jadi sorotan setelah menghadiri upacara HUT RI ke-80 di Istana Negara.
Sebagai cucu Mohammad Hatta alias Bung Hatta, Gustika Jusuf menyuarakan kritiknya dengan mengenakan kebaya hitam dan kain batik Slobog.
Kebaya hitam yang dikenakan Gustika Jusuf melambangkan aksi Kamisan, sementara batik slobog biasanya dipakai dalam suasana duka.
Statusnya sebagai cucu Bung Hatta membuat Gustika Jusuf banjir pertanyaan dari warganet.
Melalui akun Instagram @gustikajusuf, Gustika Jusuf menjawab rasa penasaran mereka.
Pekerjaan Gustika Jusuf sebagai cucu pahlawan bikin kepo.
"Kakeknya pahlawan, cucunya ngapain?" tanya akun @putriinteriordesign.
Pada Selasa, 19 Agustus 2025, Gustika Jusuf menjawab pertanyaan tersebut melalui Instagram Story.
Aktivitas maupun pekerjaan Gustika Jusuf rupanya tak jauh berbeda dengan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Baca Juga: Mirip Kain Batik Slobog Cucu Bung Hatta, Black Dandyism Juga Simbol Perlawanan Politik
"Kerja kantoran, jadi karyawati. Cari lowongan, bikin CV, bikin cover letter, ngelamar, interview," ungkap Gustika Jusuf.

Tinggal di kos, naik ojek online alias ojol ke kantor, serta nonton Netflix juga menjadi keseharian Gustika Jusuf.
"Dapet gaji, bayar pajak sebagai warga negara Indonesia. Jajan-jajan, kasih makan kucing, main boardgame, checkout Shopee, beli es kopi, kena PPN 10 persen," sambungnya.
Lebih lanjut, Gustika Jusuf kembali menuliskan sentilannya terhadap sejumlah politisi yang 'diberi pekerjaan' oleh orangtuanya.
"Ya melangsungkan hidup aja tanpa dicariin kerjaan sama emak-bapak gua," kata Gustika Jusuf.
Menurut Gustika Jusuf, para pahlawan termasuk Bung Hatta memperjuangkan kemerdekaan agar masyarakat Indonesia memiliki kebebasan menentukan pilihan hidup.
Sebab kolonialisme membuat masyarakat Indonesia tidak punya pilihan.
"Sesuailah dengan cita-cita para pahlawan ketika memperjuangkan Republik (bukan dinasti kayak... (isi sendiri))," sentilnya lagi.
Keluarga Gustika Jusuf pun diceritakan tidak pernah mendesaknya untuk terjun ke dunia politik.
Ibu Gustika Jusuf hanya berpesan kepada sang putri untuk tidak merugikan masyarakat.
Sementara nenek Gustika Jusuf dari pihak ibu meminta cucunya untuk memilih hal yang membuatnya bahagia.
Oleh sebab itu, meski cucu Bung Hatta, Gustika Jusuf tidak memiliki kekayaan yang dibayangkan oleh banyak orang.
"Gak punya tambang di hutan adat (my own 'contribution' to society), gak punya duit juga buat beli tanah kosong buat jadiin lapangan padel," tutupnya.
Sebagai informasi, Gustika Fardani Jusuf Hatta merupakan putri dari pasangan Halida Nuriah Hatta dan Gary Rachman Makmun Jusuf kelahiran 1994.
Ibu Gustika Jusuf, Halida, merupakan putri bungsu Bung Hatta dan Rahmi Hatta.
Melalui Instagram Story, Gustika Jusuf juga membagikan hubungannya dengan perancang busana Chitra Subyakto.
Pendiri brand Sejauh Mata Memandang itu ternyata merupakan keponakan Bung Hatta.
"Bung Hatta adalah paman saya, istri beliau adalah kakak dari ibu saya," jelas Chitra Subyakto yang turut dibagikan Gustika Jusuf.
Orangtua Chitra Subyakto pun menikah karena dijodohkan oleh Presiden Soekarno alias Bung Karno.
"Bung Karno dulu yang mengenalkan dan menjodohkan ibu dengan ayah saya Subyakto dan tante saya dengan Bung Hatta," terang Chitra Subyakto.
"Neneknya Gustika, Ibu Rachmi Hatta, adalah kakak dari ibu saya," tandasnya.
Apabila Chitra Subyakto adalah seorang perancang busana, Gustika Jusuf lebih dikenal sebagai aktivis.
Akun LinkedIn Gustika Jusuf-Hatta menerangkan bahwa ia pernah bekerja di Plan International dan Imparsial (The Indonesian Humans Rights Monitor).
Gustika Jusuf juga bekerja paruh waktu sebagai podcaster di Box2BoxID serta Youth Adviser di United Nations Population Fund (UNFPA).
Magang di CSIS Indonesia, Permanent Mission of the Republic of Indonesia to the United Nations, dan Coordinating Ministry for Political, Legal, and Security Affairs of Indonesia pun pernah dijalani Gustika Jusuf.
Pendidikan Gustika Jusuf diselesaikan di King's College London untuk tingkat sarjana dan Geneva Academy of International Humanitarian Law and Human Rights untuk tingkat master.
Kontributor : Neressa Prahastiwi