Suara.com - Di tengah gelombang kemarahan publik terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebuah video singkat menampilkan jawaban seorang bocah perempuan kini viral dan menjadi tamparan paling telak bagi para elite di Senayan.
Dengan kepolosan yang menusuk, ia dengan tegas menolak jika besar nanti menjadi anggota DPR. Alasannya?
Sebuah kalimat sederhana yang brutal dalam kejujurannya: "Haram, suka makan duit rakyat."
Jawaban ini sontak meledak di media sosial.
Publik seolah menemukan suara paling murni yang mewakili kekecewaan mereka.
Jika seorang anak kecil saja sudah memiliki persepsi seburuk ini terhadap lembaga perwakilan rakyatnya, ini adalah sinyal bahaya paling merah bagi masa depan demokrasi di Indonesia.
Polosnya Kejujuran yang Mengguncang
Dalam video tersebut, bocah perempuan berhijab itu ditanya mengenai cita-citanya.
Saat ditawari pilihan untuk menjadi anggota DPR, raut wajahnya langsung berubah, dan tanpa ragu ia memberikan jawaban yang mengguncang.
Baca Juga: Udah Jago Lari 5K, Kenapa Nafa Urbach Gak Ikutan Kalcer Lari Bintaro ke Senayan?
Penolakannya bukan didasari alasan yang rumit. Ia tidak berbicara tentang politik atau kebijakan.
Ia berbicara tentang moralitas paling dasar yang ia pahami: mengambil yang bukan haknya adalah salah, dan dalam pandangannya, itulah yang dilakukan oleh DPR.
Kalimat "suka makan duit rakyat" adalah terjemahan paling sederhana dan paling akurat dari kata "korupsi" di mata seorang anak.
Cermin Buram Lembaga Perwakilan
Viralnya video ini bukan karena kelucuan seorang anak, melainkan karena ia menjadi cermin yang sangat menyakitkan bagi DPR.
Jawaban bocah ini adalah akumulasi dari apa yang dilihat dan didengar oleh generasi baru dari lingkungan sekitar mereka di televisi, di percakapan orang tua, dan di media sosial.
Di saat para anggota dewan sibuk menuntut kenaikan tunjangan, meminta fasilitas mewah, atau bahkan melontarkan pernyataan arogan seperti "jangan samakan kami dengan rakyat jelata", jawaban jujur dari bocah ini menjadi kontras yang begitu tajam.
Ia seolah mengingatkan kembali fungsi paling dasar dari seorang wakil rakyat yang mungkin telah dilupakan oleh para penghuni Senayan: yaitu untuk melayani rakyat, bukan memakan uang rakyat.
Kini, pertanyaan besarnya bukanlah lagi tentang cita-cita anak ini, melainkan tentang masa depan sebuah lembaga yang citranya sudah hancur bahkan di mata generasi yang paling muda sekalipun.
Bagaimana menurut Anda? Apakah persepsi anak ini adalah cerminan akurat dari kondisi DPR saat ini? Dan apa yang harus dilakukan DPR untuk memperbaiki citranya di mata generasi mendatang? Sampaikan pandangan Anda.