-
Eks Sekretaris MA Hasbi Hasan terima suap Rp 9,8 miliar.
-
Uang diberikan sebagai "DP" atau uang muka urus perkara.
-
Diberikan oleh pengusaha Menas Erwin Djohansyah secara bertahap.
Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar skema jual beli perkara yang menjerat eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Hasbi Hasan.
Tak tanggung-tanggung, Hasbi diduga menerima uang muka atau 'DP' senilai total Rp 9,8 miliar dari pengusaha Menas Erwin Djohansyah untuk mengamankan penanganan perkara.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa pemberian uang haram ini tidak dilakukan sekaligus, melainkan secara bertahap sebagai 'uang muka' sebelum Hasbi Hasan bergerak membantu.
“Total Rp9,8 miliar sebagai DP dalam pengurusan perkara-perkara tersebut,” kata Budi kepada wartawan, Kamis (25/9/2025).
Transaksional di Lembaga Peradilan
Pengungkapan ini mengonfirmasi adanya praktik transaksional yang sangat vulgar di lembaga peradilan tertinggi di Indonesia.
Uang diberikan di awal sebagai jaminan agar penanganan perkara berjalan sesuai keinginan penyuap.
Pemeriksaan ini merupakan bagian dari pengembangan penyidikan kasus suap yang lebih besar di Mahkamah Agung, di mana Hasbi Hasan menjadi salah satu aktor sentral.
Menas Erwin Djohansyah, Direktur PT Wahana Adyawarna, diduga menjadi salah satu pihak yang mencari 'jalan pintas' hukum melalui Hasbi.
Baca Juga: Sudah 3 Kali Mangkir, Menas Erwin Akhirnya Dijemput Paksa KPK di BSD
Sebelumnya diberitakan, KPK melakukan penahanan terhadap Menas Erwin Djohansyah pada hari ini. Penahanan ini dilakukan KPK setelah menjemput paksa Menas pada Rabu (24/9/2025) malam dan merampungkan pemeriksaan terhadap Menas.
“Penyidik kemudian melakukan pemeriksaan secara intensif dan melakukan penahanan terhadap Saudara MED untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 25 September sampai dengan 14 Oktober 2025 di Cabang Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur,” ujar Asep.
Menas diduga meminta bantuan kepada Hasbi Hasan untuk membantu menyelesaikan perkara hukum temannya berupa sengketa lahan di Bali, Jakarta Timur, Depok, Sumedang, Menteng, dan lahan tambang di Samarinda.
Permintaan Menas itu kemudian disanggupi oleh Hasbi Hasan.
Asep menjelaskan bahwa ada biaya pengurusan perkara yang besarannya berbeda-beda tergantung perkaranya.
“Biaya pengurusan perkara tersebut diberikan secara bertahap, yaitu berupa uang muka yang dibayarkan diawal pengurusan dan pelunasan apabila perkara tersebut berhasil dibantu pengurusannya oleh HH,” ungkap Asep.
Namun, lanjut Asep, ternyata terdapat perkara yang kalah di antara kasus-kasus yang ditangani Hasbi Hasan.
Untuk itu, Menas meminta bantuan orang yang memperkenalkannya dengan Hasbi Hasan, yaitu Fatahillah Ramli agar menyampaikan kepada Hasbi Hasan untuk mengembalikan uang muka pengurusan perkara yang sudah diberikan.
Untuk itu, Menas diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.