- Ribuan buruh akan menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di depan Gedung DPR RI pada Selasa, 30 September 2025
- Tuntutan utama dalam aksi ini adalah kenaikan upah minimum tahun 2026 sebesar 8,5% hingga 10,5%
- Presiden KSPI, Said Iqbal, berharap pimpinan DPR dapat menemui perwakilan buruh
Suara.com - Jakarta bersiap menghadapi gelombang aksi demonstrasi. Aliansi buruh dipastikan akan kembali turun ke jalan dan mengepung Gedung DPR/MPR RI di Senayan pada Selasa, 30 September 2025 hari ini. Aksi ini menjadi puncak kegeraman para pekerja yang menuntut perbaikan nasib, terutama soal kenaikan upah minimum untuk tahun 2026.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyatakan bahwa para buruh tidak hanya akan berorasi, tetapi juga berharap bisa berdialog langsung dengan para wakil rakyat.
Ia menargetkan bisa bertemu dengan pimpinan DPR untuk menyampaikan secara rinci tuntutan mereka yang dianggap krusial bagi kelangsungan hidup pekerja.
"Nanti kita minta tanggal 30 September, pimpinan DPR bisa menerima (kedatangan buruh) kembali, kita akan sampaikan detail tiga hal," kata Said Iqbal di Jakarta, dikutip Rabu (24/9/2025) pekan lalu.
Aksi yang diperkirakan akan diikuti oleh ribuan buruh ini akan memusatkan kegiatannya di depan Gedung DPR/MPR RI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Berdasarkan informasi, massa akan mulai berkumpul sekitar pukul 10.00 WIB, membawa empat tuntutan utama yang menjadi api perjuangan mereka.
Berikut adalah empat tuntutan utama yang akan disuarakan dalam demo 30 September:
1. Kenaikan Upah Minimum 2026 Sebesar 8,5% hingga 10,5%
Ini menjadi tuntutan paling vital. Buruh mendesak pemerintah dan pengusaha untuk menaikkan upah minimum tahun 2026 secara signifikan. Angka 8,5% hingga 10,5% dianggap realistis untuk mengejar ketertinggalan akibat inflasi dan kenaikan biaya hidup yang terus meroket. Kenaikan ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli dan kesejahteraan pekerja agar bisa mencapai standar hidup layak.
2. Tolak Praktik Outsourcing
Baca Juga: Merasa Dituding Dalang Demo Rusuh Agustus, Wanita Ini Polisikan Ferry Irwandi
Sistem kerja alih daya atau outsourcing dinilai sebagai biang kerok ketidakpastian kerja. Buruh menentang keras sistem ini karena dianggap merugikan, menempatkan pekerja dalam posisi rentan tanpa perlindungan dan hak yang setara dengan pekerja tetap. Mereka menuntut aturan outsourcing diperbaiki, atau bahkan dihapus sama sekali.
3. Hapus Sistem Upah Murah (HOSTUM)
Istilah HOSTUM (Honorarium, Sistem Upah Murah) menjadi simbol perlawanan terhadap praktik pembayaran upah di bawah standar kelayakan. Buruh menolak keras sistem ini karena dianggap sebagai bentuk eksploitasi modern yang membuat pekerja sulit memenuhi kebutuhan hidup paling dasar sekalipun.
4. Sahkan RUU Ketenagakerjaan yang Pro-Pekerja
Di tengah pembahasan RUU Ketenagakerjaan di parlemen, buruh menuntut agar DPR benar-benar berpihak pada nasib mereka. Mereka mendesak agar RUU tersebut fokus melindungi hak dan kesejahteraan pekerja, bukan sebaliknya hanya menguntungkan korporasi. Regulasi yang adil, perlindungan hukum yang kuat, serta jaminan sosial menjadi harga mati bagi kaum buruh.