Rocky Gerung Telak 'Ceramahi' Jenderal-jenderal, Ungkap Kemarahan Publik soal 'Parcok', Kenapa?

Selasa, 30 September 2025 | 12:36 WIB
Rocky Gerung Telak 'Ceramahi' Jenderal-jenderal, Ungkap Kemarahan Publik soal 'Parcok', Kenapa?
Rocky Gerung Telak 'Ceramahi' Jenderal-jenderal, Ungkap Kemarahan Publik soal 'Parcok', Kenapa? (tangkapan layar/Youtube)
Baca 10 detik
  • Rocky Gerung blak-blakan mengungkap pemicu kemarahan publik soal Parcok alias Partai Cokelat.
  • Dalam ceramahannya, Rocky juga menyinggung soal reformasi yang dianggap tidak terjadi termasuk di internal  kepolisian. 
  • Menurutnya, era Reformasi hanya terjadi pemisahan lembaga antara TNI dan Polri tidak adanya tranformasi di internal Polri. 

Suara.com - Pengamat Rocky Gerung bicara blak-blakan perihal kemarahan publik kepada Parcok alias Partai Cokelat. Pernyataan itu disampaikan oleh Rocky Gerung di depan para jenderal Polri dalam acara Dialog Publik Polri di PTIK, Senin (29/9/2025) kemarin.

Dalam ceramahnya, Rocky Gerung mengurai di balik kemarahan publik kepada 'Parcok.' Rocky pun menyinggung soal reformasi kepolisian yang disebutnya tidak pernah terjadi.

"Kalau kita lihat apa sebetulnya kemarahan publik kepada Parcok hari ini? Sebut aja secara resmi, kenapa publik marah pada Parcok bahkan marah pada oknum gitu, absurd," ujar Rocky dilihat dalam tayangan di akun Youtube pribadinya, Selasa (30/9/2025).

"Kita coba lihat bagaimana sebetulnya proses yang kita sebut sebagai reformasi kepolisian. Tidak pernah terjadi reformasi," sambungnya.

Rocky juga mengungkap alasan tidak terjadi reformasi di tubuh Polri. Sebab, menurutnya, setelah lengsernya rezim orde baru (Orba) yang dipimpin oleh Soeharto, hanya terjadi pemisahan antara TNI dan Polri.

Diketahui, institusi Polri saat itu berada di bawah kendali TNI saat masih diberlakukannya dwifungsi ABRI pada masa Orba.

"Yang terjadi pemisahan antara tentara dan polisi. Pada waktu itu yang terjadi adalah pemisahan kelembagaan, bukan evaluasi terhadap kondisi," ujarnya.

Dalam diskusi publik itu, Rocky juga menyebut pemicu publik marah terhadap insitusi Polri karena saat terjadinya pemisahan lembaga di era Reformasi, tidak terjadi adanya transformasi di Polri.

"Jadi saya mau terangkan bahwa ada reformasi terjadi pemisahan lembaga tentara dan militer (Polri) tapi hanya sekedar reformasi bukan transformasi. Kenapa? Karena nilai-nilai militeristik tidak tercegah di 98. Nilai-nilai itu carry over ke dalam sistem demokrasi," ujarnya.

Baca Juga: Kemlu RI Buka Suara soal Reklame Abraham Shield, Israel Catut Foto Prabowo Buat Alat Propaganda?

Lebih lanjut, Rocky juga menyebut nilai-nilai demokrasi belum tercapai meski Indonesia saat ini sudah memasuki era Reformasi. Sebab, katanya dia, hanya terjadi perubahan kelembagaan setelah rezim Orba tumbang.

"Dengan kata lain, kalau kita sebut kita pindah dari otoriter ke demokrasi, pindah itu artinya langkah keluar dari Orde Baru masuk ke Orde Reformasi," ujarnya.

Rocky pun menyebut meski sistem pemerintahan yang mencakup lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif sudah terbentuk, secara kelembagaan belum dianggap sempurna. Menurutnya, lembaga-lembaga negara itu sebatas etalase karena ide-ide demokrasi yang dicita-citakan sejak era Reformasi hingga kini belum tercapai.

"Jadi sekali lagi kalau kita mau bicara tentang reformasi, transformasi, apapun istilahnya, kita mesti lihat bahwa kondisi kelembagaan kita itu tidak menghasilkan perlembagaan. Hanya ada perubahan di dalam lembaga. Tetapi kita mulai lihat bahwa ada inisiatif lokal untuk menghasilkan ide tentang demokrasi," ujarnya.

Diketahui, istilah 'Parcok' alias Partai Cokelat mencuat sejak pelaksanaan Pilkada dan Pilpres 2024 lalu. Istilah itu muncul dan dikaitkan dengan institusi Polri yang diduga ikut cawe-cawe untuk memenangkan salah satu pasangan calon. Namun, hingga kini isu 'Parcok' yang dikait-kaitkan dengan adanya keterlibatan Polri dalam kontestasi Pilkada/Pilpres hanya menguap begitu saja dan tidak ada perkembangan lagi terkait isu tersebut. 

×
Zoomed

VIDEO TERKAIT

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI