- Subhan Palal menegaskan bahwa fokus utama gugatannya adalah legalitas ijazah SMA Gibran, bukan gelar sarjananya dari MDIS Singapura
- Argumen hukum Subhan berpusat pada perbedaan tafsir antara kata "sederajat" yang disyaratkan UU Pemilu dengan "setara"
- Gugatan ini menuntut pembatalan status Gibran sebagai Wakil Presiden dan ganti rugi senilai Rp125 triliun
Suara.com - Di tengah pusaran polemik riwayat pendidikan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, sang penggugat, Subhan Palal, membuat pernyataan tajam yang menggeser fokus perdebatan. Ia menegaskan bahwa gugatan perdata senilai Rp125 triliun yang dilayangkannya sama sekali tidak mempersoalkan gelar sarjana Gibran dari Singapura, melainkan menyorot legalitas ijazah tingkat SMA-nya.
Subhan menganggap klarifikasi dari Management Development Institute of Singapore (MDIS) yang membenarkan status pendidikan Gibran tidak relevan dengan pokok perkaranya. Menurutnya, publik dan para analis telah salah sasaran dalam memahami inti gugatannya.
“Semua analisis tentang riwayat pendidikan Gibran kecele. Karena, saya tidak mempersoalkan itu,” ujar Subhan dikutip pada Rabu (1/10/2025).
Bagi Subhan, akar masalahnya terletak pada ijazah sekolah menengah Gibran yang ditempuh di luar negeri. Ia berpendapat bahwa status lulusan tersebut tidak sesuai dengan frasa hukum yang tercantum dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, khususnya pada Pasal 169 huruf r.
“SMA Gibran tidak memenuhi ketentuan UU Pemilu,” katanya.
Subhan kemudian membedah argumen hukumnya lebih dalam. Ia membedakan secara tajam antara kata "sederajat" yang diminta oleh UU Pemilu dengan "setara" yang merupakan hasil proses penyetaraan ijazah luar negeri. Menurutnya, kedua istilah itu memiliki makna dan implikasi hukum yang sangat berbeda dalam konteks syarat pencalonan pejabat publik.
“Meskipun disetarakan, UU Pemilu minta sekolah lain yang sederajat, bukan setara,” imbuhnya.
Ia menekankan bahwa proses penyetaraan ijazah yang diatur melalui Keputusan Menteri (Kepmen) hanya memiliki satu fungsi, yaitu sebagai syarat untuk melanjutkan jenjang pendidikan di Indonesia, bukan untuk memenuhi syarat administratif dalam kontestasi pemilu.
“Penyetaraan hanya diakui untuk kelanjutan sistem pendidikan di Indonesia, menurut Kepmen,” tegasnya.
Baca Juga: MDIS Angkat Bicara, Beberkan Fakta Ijazah Gibran: Kuliah 3 Tahun, Gelar S1 Marketing
Pernyataan Subhan ini muncul setelah MDIS merilis keterangan resmi untuk meluruskan informasi yang simpang siur. MDIS mengonfirmasi bahwa Gibran memang menempuh pendidikan di institusi mereka.
“Bapak Gibran Rakabuming Raka adalah mahasiswa penuh waktu di Management Development Institute of Singapore (MDIS) dari tahun 2007 hingga 2010,” tulis pernyataan resmi MDIS, Rabu (1/10/2025).
Dalam gugatannya, Subhan tidak hanya menargetkan Gibran, tetapi juga Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai tergugat dua. Keduanya dituduh telah melakukan perbuatan melawan hukum. Petitumnya sangat jelas: meminta majelis hakim menyatakan jabatan Gibran sebagai wakil presiden tidak sah dan menghukum keduanya membayar ganti rugi fantastis.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil... sebesar Rp125 triliun dan Rp10 juta,” demikian bunyi salah satu petitum dalam gugatan tersebut, yang diminta untuk disetorkan ke kas negara.