- Dua warga menggugat ke MK untuk menghapus hak pensiun DPR yang dianggap terlalu istimewa.
- Puan Maharani menyatakan DPR menghargai aspirasi, tapi semua harus sesuai regulasi yang ada.
- DPR menegaskan akan menghormati proses hukum yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi.
Suara.com - Isu mengenai hak pensiun anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) kembali menjadi sorotan setelah adanya gugatan dari warga ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang menuntut penghapusan tunjangan tersebut.
Menanggapi hal ini, Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyatakan bahwa DPR menghargai setiap aspirasi yang disampaikan masyarakat, namun menegaskan bahwa segala sesuatu diatur oleh regulasi yang berlaku.
"Kita hargai aspirasi, tapi semuanya itu ada aturannya," ujar Puan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Ia menekankan bahwa pembahasan mengenai hal ini tidak bisa hanya didasarkan pada keinginan satu pihak atau lembaga semata, melainkan harus merujuk pada aturan yang telah ditetapkan.
"Kita lihat dulu aturannya, tidak bisa kita hanya berbicara kepada satu lembaga atau lembaga, tapi aturannya ini kan menyeluruh jadi kita lihat aturan yang ada," tambahnya.
Ia menegaskan bahwa DPR akan menghormati proses hukum yang berjalan di Mahkamah Konstitusi terkait gugatan tersebut.
Sebelumnya, Hak istimewa finansial yang diterima oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menjadi sorotan publik setelah dua warga negara mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menuntut penghapusan uang pensiun bagi para wakil rakyat tersebut.
Gugatan ini secara langsung menargetkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980, yang mengatur hak keuangan dan administratif bagi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tinggi Negara.
Dua pemohon, Lita Linggayani Gading dan Syamsul Jahidin, secara spesifik mempersoalkan Pasal 1 a, Pasal 1 f, dan Pasal 12 UU Nomor 12/1980 tentang Hak Keuangan/Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi.
Baca Juga: Gelar Rapat Paripurna Khusus, Puan Maharani Paparkan Capaian Kerja DPR Tahun 20242025
Inti dari gugatan ini adalah mempertanyakan legalitas pemberian status Anggota Lembaga Tinggi Negara yang secara otomatis memberi hak pensiun seumur hidup kepada anggota DPR, meskipun masa jabatannya hanya berlangsung selama satu periode atau lima tahun.
Para pemohon juga membandingkan: "Rakyat biasa harus menabung lewat BPJS Ketenagakerjaan atau program pensiun lain yang penuh syarat, anggota DPR justru mendapat pensiun seumur hidup hanya dengan sekali duduk di kursi parlemen".
Tuntutan penghapusan uang pensiun DPR menjadi isu hangat mengingat hak keuangan pasca-purna tugas ini diatur secara istimewa oleh undang-undang, yang menjamin penghasilan bulanan bagi anggota DPR yang berhenti dengan hormat.