- Hasil Kongres III Projo secara resmi mengakhiri era "Pro Jokowi" dengan menghilangkan logo siluet wajah Jokowi dan mendeklarasikan dukungan penuh untuk Prabowo Subianto maju di Pilpres 2029
- Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, menyebut langkah ini sebagai "transformasi" dan mengonfirmasi rencananya untuk bergabung dengan Partai Gerindra, berbeda dengan Jokowi yang lebih dekat ke PSI
- Manuver ini dibaca sebagai dua kemungkinan: upaya Projo mencari sandaran kekuasaan baru (gelendotan), atau justru merupakan strategi canggih Jokowi untuk "menyusupkan" pengaruhnya ke dalam internal Gerindra melalui Budi Arie
Suara.com - Era baru relawan Projo dimulai dengan manuver politik tingkat tinggi. Organisasi yang identik dengan siluet wajah Joko Widodo (Jokowi) pada logonya kini resmi berbalik arah, menanggalkan citra sang patron dan merapatkan barisan penuh untuk mendukung Prabowo Subianto hingga 2029.
Langkah ini memicu spekulasi, apakah ini akhir dari sebuah loyalitas atau justru strategi cerdas sang Ketua Umum, Budi Arie Setiadi?
Guncangan ini datang dari hasil Kongres III Projo di Jakarta, Minggu (2/11/2025). Dalam keputusan yang dibacakan Wakil Ketua Umum Projo, Freddy Damanik, tak ada lagi nama Gibran Rakabuming Raka, apalagi Jokowi, dalam agenda jangka panjang organisasi. Fokusnya kini tunggal.
"Ketetapan Kongres III Projo nomor 04/Kongres/3/XI/2025 tentang resolusi kongres III Projo," buka Freddy. "Kedua, mendukung dan memperkuat agenda politik Presiden Prabowo dan menyukseskan Presiden Prabowo pada 2029. Ketiga, Projo melakukan transformasi organisasi dalam menjawab tantangan dan perubahan situasi nasional," ujarnya.
Budi Arie Setiadi, sang arsitek utama di balik perubahan haluan ini, menyebutnya sebagai sebuah keniscayaan. Menurutnya, Projo yang dulu singkatan dari Pro Jokowi, kini bertransformasi menjadi lebih dekat dengan "Prabowo Jo" (Prabowo Saja).
"Begini, transformasi itu adalah keniscayaan, transformasi Projo adalah keniscayaan. Karena memang kesejarahan Projo itu adalah lahir untuk mendukung pemerintahan atau pemimpin rakyat yang ada dalam diri Pak Jokowi," kata Budi Arie, dikutip Senin (3/11/2025).
Pergantian logo dengan menghilangkan wajah Jokowi disebut sebagai langkah adaptif. Budi Arie bahkan mempertanyakan kehebohan yang muncul.
"Kenapa sih kalau yang lain-lain diubah nggak heboh kok Projo heboh?" protesnya.
Ia juga menambahkan alasan lain, "Dari satu sisi, pemikiran kita ya, kasihan juga Pak Jokowi beban. Dipakai terus lambangnya, mukanya," tambahnya.
Baca Juga: Budi Arie Pilih Merapat ke Gerindra, Refly Harun: Tak Ada Lawan dan Kawan Abadi, Hanya Kepentingan!
Manuver Politik atau Strategi Jokowi?
Langkah Projo ini sontak dibaca oleh para analis politik sebagai sebuah gerakan yang sarat makna. Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya dalam sebuah acara dialog televisi nasional, melihat ini sebagai upaya Projo dan Budi Arie mencari "tempat gelendotan" baru untuk tetap eksis dalam pusaran kekuasaan.
Menurutnya, logika Budi Arie yang ingin memperkuat pemerintahan Prabowo dengan masuk Gerindra justru keliru, mengingat koalisi Prabowo sudah super gemuk.
"Artinya, kalau saya lihat di sini jangan diputarbalikkan seakan-akan Gerindra yang butuh Projo. Projo atau Budi Ari yang butuh kemudian kekuatan politik bernama Gerindra, butuh partai besar untuk gelendotan," katanya.
Namun, pandangan berbeda datang dari analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensa). Ia mencium adanya strategi politik yang lebih dalam, yang kemungkinan besar masih melibatkan Jokowi di belakang layar. Hensa menduga, ini adalah cara Jokowi untuk menyusupkan orang kepercayaannya ke dalam tubuh Gerindra.
"Menurut saya, itu sangat mungkin adalah strategi Jokowi juga untuk menyusupkan Projo ke Gerindra, supaya Jokowi juga memahami arah dan strategi Gerindra mau apa ke depan," ujar Hensa.