RUU KUHAP Dinilai Ancam HAM, Koalisi Sipil Somasi Prabowo dan DPR: Ini 5 Tuntutan Kuncinya

Minggu, 16 November 2025 | 18:14 WIB
RUU KUHAP Dinilai Ancam HAM, Koalisi Sipil Somasi Prabowo dan DPR: Ini 5 Tuntutan Kuncinya
RUU KUHAP Dinilai Ancam HAM, Koalisi Sipil Somasi Prabowo dan DPR: Ini 5 Tuntutan Kuncinya. (Suara.com/Novian)
Baca 10 detik
  • Koalisi Masyarakat Sipil secara resmi melayangkan somasi terbuka kepada Presiden dan DPR untuk menghentikan pengesahan RUU KUHAP
  • Penolakan didasarkan pada minimnya partisipasi publik yang bermakna dan adanya pasal-pasal problematik yang berpotensi melanggar hak asasi manusia serta memberikan kewenangan berlebih kepada aparat
  • Tuntutan utama koalisi adalah penarikan draf RUU oleh Presiden, perombakan total substansi dengan melibatkan masyarakat sipil, dan transparansi penuh dari DPR terkait draf terbaru

Suara.com - Suara penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) semakin menguat. Koalisi Masyarakat Sipil Pembaruan KUHAP secara resmi melayangkan somasi terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mendesak agar proses pengesahan RUU kontroversial tersebut dihentikan.

Langkah tegas ini diambil menyusul proses pembahasan yang dinilai tertutup, minim partisipasi publik, dan memuat sejumlah pasal yang berpotensi mengancam hak asasi manusia (HAM).

Koalisi yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat sipil, termasuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menyoroti cacat formil dan substansial dalam draf RUU tersebut.

Wakil Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Arif Maulana, menyatakan bahwa RUU KUHAP yang ada saat ini justru mengalami kemunduran dibandingkan dengan hukum acara pidana yang telah berlaku selama lebih dari 40 tahun.

"Sampai dengan hari ini itu tidak pernah kita dapatkan, dan dari sisi subsansi RUKUHAP ini masih memuat pasal-pasal yang sangat-sangat problematik. Yang mana kita tahu bahwa RUKUHAP ini disusun untuk memperbaiki Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang sebelumnya, yang sudah berlaku 40 tahun lebih," kata Arif di Jakarta, Minggu (16/11/2025).

Alih-alih menyempurnakan dan berharmonisasi dengan standar HAM terkini, draf RUU KUHAP justru dinilai membuka celah penyalahgunaan wewenang yang lebih besar.

"Terlebih lagi juga soal upaya paksa yang kemudian bisa dilakukan tanpa kontrol dan juga tanpa pembatasan sehingga rentan sekali penyalahgunaan kewenangan atau abuse of power dan ini rentan sekali pelanggaran hak asasi manusia. Baik itu melalui penangkapan, penahanan, penyitaan, pengeledahan, penetapan tersangka bahkan dalam KUHAP ini akan ditambah lagi kewenangan kepolisian itu soal penyadapan dan juga pemblokiran," tutur Arif.

Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, menambahkan bahwa proses legislasi yang abai terhadap partisipasi publik mencederai integritas parlemen dan berisiko mengulang kesalahan produk hukum sebelumnya.

"Misalnya Undang-Undang Cipta Kerja yang pelan-pelan udah dibongkar sama MK karena terbukti secara konstitusional masalahnya banyak, dan saya pikir dengan pelajaran itu RKUHAP yang dibentuk sekarang tidak boleh mengulangi kesalahan yang sama atau justru semakin parah dampaknya terhadap masyarakat," tegas Fadhil.

Baca Juga: RUU KUHAP Bikin Polisi Makin Perkasa, YLBHI: Omon-omon Reformasi Polri

Lima Tuntutan Utama Koalisi Masyarakat Sipil

Fokus utama dari somasi terbuka ini adalah penyampaian lima tuntutan krusial kepada Presiden, DPR, Kementerian Hukum, dan Kementerian Sekretariat Negara.

Tuntutan ini menjadi inti dari perlawanan publik untuk memastikan sistem peradilan pidana yang adil dan menghormati HAM.

Berikut adalah lima tuntutan yang disuarakan oleh Koalisi Masyarakat Sipil:

  1. Presiden menarik draf RUU KUHAP agar tidak dilanjutkan dalam pembahasan Tingkat II sidang paripurna demi perbaikan sistem hukum acara penegakan hukum yang transparan, akuntabel dan mengedepankan prinsip peradilan yang inklusif, jujur dan adil (fair trial) yang menjunjung tinggi penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, warga negara, bukan justru disusun untuk melindungi kepentingan kekuasaan, institusi / aparat penegak hukum, atau lainnya;
  2. DPR harus segera membuka dan mempublikasikan informasi secara resmi draf RUU KUHAP terakhir hasil pembahasan selama ini, khususnya hasil Panja per 13 November 2025, serta dokumen masukan pasal-perpasal yang menjadi dasar pembahasan pada rapat Panja pada 12-13 November 2025;
  3. Pemerintah dan DPR merombak substansi draf RUU KUHAP per 13 November 2025 dengan menyusun dan membahas ulang arah konsep perubahan KUHAP yang memperkuat judicial scrutiny dan mekanisme check and balances, sebagaimana usulan konsep-konsep dalam Draf Tandingan RUU KUHAP versi Masyarakat Sipil;
  4. Pemerintah dan DPR tidak menggunakan alasan yang tidak berdasar dan menyesatkan publik untuk mengejar kebutuhan pemberlakuan KUHP Baru, dengan memburu-buru pengesahan RUU KUHAP yang masih sangat bermasalah; dan
  5. Pemerintah dan DPR untuk segera melakukan klarifikasi dan meminta maaf kepada publik secara luas karena telah memberikan kebohongan atas masukan yang diklaim sebagai masukan dari kami untuk melanggengkan praktik legislasi yang buruk dan meloloskan substansi yang bermasalah.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI