Padahal, mobil listrik bukan sekadar jualan mesin tanpa bensin. Ini adalah soal performa, pengalaman digital, dan integrasi teknologi yang seamless.
Di sinilah harapan Sony jadi pembeda: fitur hiburan dan kecerdasan buatan dalam kabin Afeela diprediksi bakal jadi daya tarik utama.
Tapi apakah itu cukup untuk menarik minat konsumen yang sudah akrab dengan ekosistem Tesla atau mobil listrik China yang lebih terjangkau?
Ambisi Mahal, Risiko Nyata
Kehadiran Afeela menegaskan bahwa membangun mobil listrik premium bukan bisnis kecil. Bahkan bagi brand besar seperti Honda dan Sony, transisi ke EV butuh komitmen finansial luar biasa.
Meski keduanya punya kantong tebal—gabungan keuntungan operasional lebih dari 2,6 triliun yen tahun lalu, kerugian awal tetap memberi sinyal bahwa persaingan ini sangat ketat dan penuh tantangan.
Apakah Afeela akan jadi bintang baru atau sekadar catatan ambisi di sejarah otomotif Jepang? Kita tunggu saja babak selanjutnya.