Suara.com - Setelah lebih dari dua dekade beroperasi, Mitsubishi Motors akhirnya resmi angkat kaki dari pasar otomotif China.
Keputusan ini bukan sekadar penutupan pabrik, tapi penarikan total dari seluruh lini bisnis otomotif mereka di Negeri Tirai Bambu. Apa yang membuat raksasa otomotif Jepang ini menyerah?
Mitsubishi menyebut "transformasi industri yang sangat cepat" sebagai alasan utama hengkangnya mereka dari China, menurut laporan Carscoops.
Dalam beberapa tahun terakhir, pasar otomotif China memang mengalami pergeseran besar ke arah kendaraan energi baru (NEV), seperti mobil listrik dan hybrid.
Produsen lokal seperti BYD dan NIO melesat jauh, sementara merek asing seperti Mitsubishi mulai kehilangan daya saing.
Salah satu tonggak bisnis Mitsubishi di China adalah joint venture dengan Shenyang Aerospace Mit. Engine Mfg. Ltd., yang sudah berjalan sejak 1998.
Pabrik ini memproduksi mesin untuk model Mitsubishi dan juga untuk beberapa merek lokal. Namun, pada Juli 2025, perusahaan ini resmi berganti nama menjadi Shenyang Guoqing Power Technology Co., Ltd., menandai berakhirnya keterlibatan Mitsubishi.
GAC Mitsubishi: Dari Puncak Penjualan ke Titik Terendah
![Mitsubishi Destinator dengan desain, performa mesin dan teknologi kemudi cerdas membangkitkan rasa percaya diri pengendara. [Dok MMKSI]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/21/34323-mitsubishi-destinator.jpg)
Mitsubishi juga pernah menjalin kerja sama dengan Guangzhou Automobile Group (GAC) sejak 2012.
Baca Juga: Mitsubishi Destinator Bakal Punya Varian Hybrid?
Kolaborasi ini sempat mencapai puncaknya pada 2018, dengan penjualan tahunan mencapai 144.000 unit, SUV Outlander menjadi bintang utama. Sayangnya, angka tersebut merosot drastis menjadi hanya 33.600 unit pada 2022.
Pada Oktober 2023, Mitsubishi mengumumkan penghentian produksi lokal dan menyerahkan operasional kepada GAC.
Pabrik tersebut kini diubah menjadi pusat produksi kendaraan listrik di bawah merek Aion, dengan target produksi besar-besaran mulai pertengahan 2024.
Kerugian Finansial dan Dampak Tarif
![Mitsubishi Airtrek EV SUV meluncur di event otomotif di China [Paultan]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/07/06/12934-mitsubishi-airtrek-1.jpg)
Langkah Mitsubishi keluar dari China terjadi di tengah tekanan finansial yang cukup berat. Laporan keuangan terbaru menunjukkan penurunan laba operasional sebesar 84 persen secara tahunan.
Tarif dagang yang diberlakukan oleh pemerintahan Donald Trump sebelumnya menyebabkan kerugian sebesar 14,4 miliar yen (sekitar Rp1,5 triliun), membuat laba kuartal pertama hanya tersisa 5,6 miliar yen atau sekitar Rp617,68 miliar.
Meski pasar utama Mitsubishi tetap berada di Asia Tenggara, penjualan di kawasan ini juga turun 8,5 persen menjadi 54.000 unit.
Sebaliknya, penjualan di Amerika Utara justru naik 5 persen, berkat lonjakan permintaan di Meksiko dan Kanada, bukan dari pasar AS.
Apa Implikasinya untuk Mitsubishi Global?

Kepergian Mitsubishi dari China bukan hanya soal kalah bersaing, tapi juga sinyal bahwa strategi global mereka sedang dalam evaluasi besar-besaran.
Dengan pasar China kini didominasi oleh pemain lokal dan teknologi elektrifikasi, merek asing harus beradaptasi atau angkat kaki.
Bagi konsumen Indonesia, langkah ini mungkin tidak berdampak langsung dalam jangka pendek.
Namun, ini bisa menjadi pertanda bahwa Mitsubishi akan lebih fokus pada pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dengan strategi yang lebih agresif di segmen SUV dan kendaraan ramah lingkungan.
Mitsubishi bukan satu-satunya merek Jepang yang kesulitan di China. Tapi keputusan mereka untuk mundur total menunjukkan betapa cepatnya lanskap otomotif berubah.
Jika tidak mampu berinovasi dan menyesuaikan diri dengan tren elektrifikasi, bahkan merek besar pun bisa tersingkir.
Beda Nasib dengan di Indonesia
![Mitsubishi Xpander. [Mitsubishi]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/30/30164-mitsubishi-xpander.jpg)
Berbeda dengan di China, di Indonesia, nasib Mitsubishi lebih mujur. Menurut data dari Gaikindo untuk periode Januari-Juni 2025, Mitsubishi menduduki peringkat keempat dengan penjualan sebanyak 31.081 unit atau sekitar 8,3% pangsa pasar.
Berbeda dengan di China di mana mobil yang paling laku adalah mobil listrik, di Indonesia sementara ini masih dikuasai oleh mobil-mobil konvensional.
Pabrikan berlogo tiga berlian ini lumayan dilirik berkat sejumlah mobil populer, seperti Pajero Sport dan yang paling ramai, Xpander series.