Bikin Irit Bensin Tapi Dianggap Ganggu, Fitur Start/Stop Mobil Bakal Dihapus?

Cesar Uji Tawakal Suara.Com
Selasa, 29 Juli 2025 | 18:43 WIB
Bikin Irit Bensin Tapi Dianggap Ganggu, Fitur Start/Stop Mobil Bakal Dihapus?
Tindakan melakukan starter mobil atau kontak menyalakan mesin kendaraan. Sebagai ilustrasi [Shutterstock].

Suara.com - Di tengah tren mobil makin canggih dan hemat bensin, ada satu fitur yang justru terancam dihapus: auto start/stop atau start-stop engine.

Fitur ini bekerja dengan cara mematikan mesin saat mobil berhenti sejenak, misalnya di lampu merah, dan menyalakannya kembali saat pedal gas diinjak. Tujuannya jelas: mengurangi konsumsi BBM dan emisi.

Tapi belakangan, fitur ini malah jadi bahan perdebatan. Banyak pengemudi merasa terganggu, dan kini bahkan lembaga lingkungan Amerika Serikat, EPA (Environmental Protection Agency), mulai mempertanyakan efektivitasnya.

Efisiensi yang Tak Disukai Banyak Orang

Secara teknis, fitur start/stop memang terbukti bisa menghemat bahan bakar hingga 5-14 persen.

Di kota besar dengan lalu lintas padat, fitur ini sangat berguna karena mobil sering berhenti dan jalan.

Tapi di sisi lain, banyak pengemudi merasa mesin yang mati-nyala bikin pengalaman berkendara jadi kurang nyaman.

Beberapa bahkan mencari cara untuk menonaktifkan fitur ini secara permanen. Padahal, sebagian besar mobil modern sudah menyediakan tombol untuk mematikan fitur tersebut secara manual.

Dikutip dari Carscoops, Albert Gore dari Zero Emission Transportation Association menyebut, “Kalau nggak suka, tinggal dimatikan. Kenapa harus dihapus dari sistem?”

Baca Juga: Tips Tukar Tambah Mobil Bekas di GIIAS 2025 Agar Harga Tetap Tinggi

EPA: "Cuma Trofi Partisipasi Iklim"

Ilustrasi starter mobil. (Unsplash/David Cerini)
Ilustrasi starter mobil. (Unsplash/David Cerini)

Pernyataan paling tajam datang dari Kepala EPA, Lee Zeldin, yang menyebut fitur start/stop sebagai “climate participation trophy”-alias penghargaan basa-basi untuk kontribusi iklim.

Ia menilai fitur ini tidak memberikan dampak signifikan dan justru membuat jutaan pengemudi frustrasi.

EPA bahkan mengisyaratkan akan menghapus insentif bagi produsen mobil yang menyematkan fitur ini.

Sebelumnya, fitur start/stop bisa membantu pabrikan memenuhi target efisiensi bahan bakar dan mendapatkan kredit dari pemerintah. Tapi jika insentif itu dihapus, fitur ini bisa saja ditinggalkan.

Apa Dampaknya untuk Mobil di Indonesia?

Meski kebijakan EPA berlaku di Amerika Serikat, dampaknya bisa terasa global. Banyak mobil yang dijual di Indonesia merupakan produk global atau berbasis platform internasional.

Jika fitur start/stop dihapus dari model global, ada kemungkinan versi Indonesia juga akan ikut berubah.

Padahal, fitur ini sudah mulai diterapkan di beberapa mobil populer di Tanah Air, seperti Toyota Rush GR Sport dan Honda BR-V.

Dengan kondisi lalu lintas yang padat di kota-kota besar, fitur ini sebenarnya cukup membantu menghemat bensin.

Solusi Tengah: Default Off?

Salah satu solusi yang diusulkan adalah menjadikan fitur ini “default off”, artinya, fitur tidak aktif saat mobil dinyalakan, tapi bisa diaktifkan manual jika pengemudi menginginkannya.

Ini bisa jadi jalan tengah antara efisiensi dan kenyamanan. Auto start/stop adalah contoh bagaimana teknologi bisa jadi pedang bermata dua.

Di satu sisi, ia membantu menghemat bensin dan mengurangi emisi. Di sisi lain, ia dianggap mengganggu dan tidak terlalu berdampak besar.

Kalau kamu termasuk yang suka fitur ini, nikmati selagi masih ada. Tapi kalau kamu merasa terganggu, mungkin sebentar lagi kamu tak perlu repot menekan tombol off setiap kali berkendara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI