Pajak kos-kosan di kota Kupang dan para pedagang Kaki Lima (PKL) luput dari pungutan pajak, padahal potensi pendapatan daerah dari sektor itu terbilang besar. Untuk itu, pemerintah Kota (Pemkot) diminta segera mendesain peraturan atau mengajukan perda inisiatif mengatur soal pungutan pajak pada dua sektor pendapatan itu.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah, Ari Wijana kepada wartawan menyebut, setiap pungutan pajak, mesti ada regulasinya, kalau tidak disebut pungutan liar (Pungli). Selama ini, belum ada regulasi yang mengatur soal pengutan pajak pada sektor pendapatan itu (PKL dan kos-kosan).
“Kita tidak bisa pungut-pungut sembarang nanti dibilang pungli,” katanya.
Pemkot, selama ini sudah menarik pajak dari kos-kosan, namun pajak itu hanya dikenakan bagi jumlah-kosan diatas 10 kamar, dibawah dari itu tidak dikenakan pajak.
Ari Wijana mengatakan, pemerintah bertumpuh pada undang-undang nomor 28 Tahun 2006. Ari Wijana megaku telah menyarankan penarikan pajak kos-kosan itu diubah, tidak lagi mengacuh pada sejumlah kamar, melainkan jumlah omset, seperti reatourant dan hotel.
Sedangkam bagi PKL, termasuk pedagang yang berjualan di mobil keliling, selama ini tidak dikenalan pajak, karena belum ada regulasinya, meski potensi pengahasilan pajak dari sektor tersebut terbilang besar.
Kata Ari, pajak dari sekrot itu (PKL) sebenarnya bisa ditarik, seperti di provinsi Bali, tingal saja pemerintah mengeluarkan regulasinya, bisa juga dalam bentuk Perwali. Untuk itu, regulasi menganai hal itu, perlu didorong dan ditetapkan.
“Untuk menarik pajak di sektor ini tentu ada ukuran-ukarannya, kita tidak bisa langsung tagih saja, tapi kembali lagi ke regulasi bagaimana mengaturnya,” katanya.
Untuk itu, Ari meminta dukungan semua pihak, terutama DPRD dalam membentuk perda penarikan pajak itu. Namun untuk sementara, bisa juga mengeluarkan peraturan Wali Kota (Perwali).
Ari Wijana mengaku belum mengodok bahkan merencanakan mengajukan regulasi menganai hal itu, pihaknya saat ini masih fokus fokus menggodok dan mengajukan pajak air tanah.
Sementara Anggota DPRD Kota Kupang, Adrinaus Talli menyebut, aturan mengenai pajak kos-kosan, belum bisa dilakuakan. Atuaran yang dibuat pemerintah daerah, tidak boleh memgangkangi atauran yang lebih tinggi.
“Pajak mengenai hal itu kan sudah diatur dalam undang-undang nomor 28 Tahun 2006 jadi perda tentang itu (pajak kos-kosna) tetap mengacu pada aturan yang lebih tinggi. Jadi kalau buat peraturan daerah, tidak boleh keluar dari aturan yang lebih tinggi,” katanya.
Sedangkan untuk pajak PKL, sebut Adi Talli, tidak boleh dipungut retribusi. Apalagi yang melakuakan aktivitas jaul beli diatas trotoar yang sesuai atuaran tidak diperbolehkan.
Jika pemerimtah hendak memungut pajak, kata Adi Talli, itu sama saja pemerintah mengakui keberadaan mereka berjualan di ruang-ruang yang dilarang. Jikapun hendak dipungut pajak, pemerintah mesti menyiapkan tempat jualan bagi mereka.