Suara.com - Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), satu juta spesies terancam punah akibat aktivitas manusia, seperti perusakan habitat, eksploitasi berlebihan, dan perubahan iklim. Hilangnya keanekaragaman hayati dapat menimbulkan konsekuensi yang parah seperti menurunnya produktivitas ekosistem, berkurangnya daya tahan terhadap tekanan lingkungan, dan berkurangnya kemampuan untuk menyediakan beragam kebutuhan ekosistem seperti udara dan air bersih.
Untuk itulah, PT Asuransi MSIG Indonesia (MSIG Indonesia) bersama dengan para karyawannya menyelenggarakan kegiatan Biodiversity Fun Class (BDFC) dan Penanaman Bakau yang dilaksanakan selama periode Februari hingga Maret.
Shikato Takeuchi, Presiden Direktur MSIG Indonesia, mengatakan, "Sebagai perusahaan global, kami sangat peduli terhadap keberlanjutan. Sebagai perusahaan asuransi, kami berkontribusi terhadap masa depan bumi dengan melakukan hal-hal kecil yang berdampak bagi masyarakat, salah satunya melalui Biodiversity Fun Class ini."
Dalam inisiatif BDFC ini, MSIG Indonesia didukung oleh Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA), sebuah organisasi sosial nirlaba, independen, dan transparan yang melindungi anak-anak di seluruh Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang layak, yang bertindak sebagai penasihat bagi kami untuk menentukan sekolah mana yang cocok untuk kampanye ini serta cara terbaik untuk berkomunikasi dengan para siswa yang memiliki latar belakang yang berbeda agar pesan dapat tersampaikan dengan baik.
Melalui kegiatan interaktif seperti story-telling tentang keanekaragaman hayati dan melakukan percobaan sains sederhana bertajuk "Dampak Efek Gas Rumah Kaca" dan "Dampak Gletser yang Mencair", anak-anak belajar mengenai dampak perubahan iklim terhadap lingkungan dan pentingnya menjaga keanekaragaman hayati untuk generasi mendatang.
MSIG Indonesia menyadari sejak tahap awal upaya ini bahwa banyak sekolah di daerah pedesaan mungkin tidak memiliki akses ke sumber daya dan kesempatan yang sama dengan sekolah di daerah perkotaan. Dengan mengadakan kelas ini di sekolah-sekolah di daerah pedesaan, anak-anak yang sebelumnya tidak memiliki kesempatan untuk belajar tentang pelestarian keanekaragaman hayati akan dapat dijangkau, terlepas dari lokasi atau status ekonomi mereka. Mereka berhak mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas tentang pelestarian lingkungan.
Tidak berhenti sampai disitu, MSIG Indonesia juga berpartisipasi dalam upaya penanaman hutan bakau di Muara Gembong, Bekasi. Mengutip informasi dari Yayasan Sentral Rehabilitasi Mangrove (SRM), keberadaan hutan bakau di pesisir pantai di daerah tersebut terus mengalami penyusutan dan kerusakan akibat seringnya terjadi abrasi.
Wakil Presiden Direktur MSIG Indonesia, Bernardus P Wanandi, mengatakan bahwa hutan bakau menyimpan karbon biru yang dapat menyerap emisi gas rumah kaca, sehingga dapat mengurangi dampak perubahan iklim.
Selain itu, hutan bakau tidak hanya baik untuk lingkungan, tetapi juga untuk masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar ekosistem hutan bakau. Dengan menanam dan melestarikan hutan bakau, diharapkan dapat mengantisipasi dan mengurangi dampak perubahan iklim yang menjadi perhatian utama perusahaan.
Perubahan iklim memperparah hilangnya keanekaragaman hayati dengan mengubah kondisi fisik dan kimiawi ekosistem, seperti suhu, curah hujan, dan kenaikan permukaan air laut.