Menurut Darren Byler dari Universitas Colorado, orang Uighur secara rutin harus memberikan sampel DNA ke pejabat lokal, menjalani pemindaian digital, dan sebagian besar harus mengunduh aplikasi telepon pemerintah yang mengumpulkan data seperti daftar kontak dan pesan teks.
"Kehidupan Uyghur sekarang tentang menghasilkan data. Semua orang tahu bahwa smartphone adalah sesuatu yang harus anda bawa, dan jika tidak membawanya, Anda dapat ditahan. Mereka tahu bahwa Anda sedang dilacak olehnya dan mereka merasa seperti tidak ada jalan keluar," katanya.
Sebagian besar data dimasukkan ke dalam sistem komputer yang disebut Integrated Joint Operations Platform.
Sistem ini akan menandai perilaku seseorang yang diduga mencurigakan.
Sophie Richardson selaku Direktur Human Rights Watch China mengatakan, sistem ini mengumpulkan informasi yang berisi perilaku berbeda, termasuk hal-hal seperti apakah orang keluar dari pintu belakang dan bukan dari pintu depan.
Contoh lainnya, sistem akan menampung perilaku orang-orang yang memasukkan bensin ke dalam mobil yang bukan milik mereka.

"Pihak berwenang sekarang menempatkan kode QR di luar pintu rumah orang sehingga mereka dapat dengan mudah mengetahui siapa yang seharusnya berada di sana dan siapa yang tidak," tambahnya.
Di sisi lain, Kedutaan Besar China di London, Inggris, tidak menanggapi pertanyaan terkait software yang mendeteksi emosi di wilayah tersebut.
Namun mereka menyebut bahwa pemerintah menjamin hak-hak politik, ekonomi, sosial, dan kebebasan beragama untuk semua kelompok etnis di Xinjiang.
Baca Juga: Viral Review Rumah Seharga 59 Miliar 'Doang', Jiwa Miskin Warganet Bergetar
"Orang-orang hidup dalam harmoni tanpa memandang latar belakang etnis mereka dan menikmati kehidupan yang stabil dan damai tanpa batasan kebebasan pribadi," kata pihak Kedubes.