Bisa dikatakan era kejayaan operator sudah berakhir dan pertumbuhan perusahaan berbasis teknologi semakin jauh melesat.
Sarwoto menambahkan kondisi ini sudah diramalkan sejak 2013 dimana pendapatan konten akan lebih besar dari infrastruktur. Padahal tanpa operator telekomunikasi semua industri teknologi itu tidak berdaya.
Untuk itu, industri telekomunikasi membutuhkan langkah-langkah inovasi, salah satunya dengan melakukan konsolidasi bisnis atau merger, seperti yang dilakukan oleh Indosat Ooredoo dan Hutchison Tri Indonesia belum lama ini.
Merger ini menjadi sinergi sehingga bisa melakukan efisiensi dan menekan biaya. Sebab, operator yang tidak bisa mencapai target EBITDA 6—8 persen per tahun selama 4—6 tahun berturut akan mati dengan sendirinya.
Lewat merger dua perusahaan juga bisa melakukan akuisisi data konsumen dan membangun market share bersama.
Seperti yang kita ketahui bahwa jumlah pelanggan Tri sebanyak 44 juta dan Indosat Ooredoo 60 juta, yang jika dijumlahkan akan menempati posisi kedua operator dengan jumlah pelanggan terbanyak.

Namun, merger hanyalah pintu masuk untuk menyelamatkan operator dari kondisi pasar saat ini.
Untuk keluar dari posisi bertahan hingga mencapai kondisi sehat dan bertumbuh, operator dipaksa untuk mengubah dirinya menjadi perusahaan teknologi.
Caranya dengan mengakuisisi perusahaan-perusahaan teknologi rintisan (start up) sembari berinvestasi di infrastruktur.
Pertumbuhan perusahaan teknologi secara global berkembang pesat dengan kapitalisasi pasar tumbuh 29 persen (CAGR 2009—2020) yang diakselerasi oleh dampak Covid-19, sedangkan perusahaan telekomunikasi tumbuh stagnan hanya 3 persen.
Baca Juga: Pandemi, Saatnya Pemilik Bisnis Lakukan Transformasi Digital, Apa yang Harus Diperhatikan?
Melihat data tersebut maka akan sangat menguntungkan jika perusahaan telekomunikasi mau mengubah diri menjadi perusahaan teknologi.