Prediksi Kejahatan Siber 2022: Marak Pembobolan Data, Serangan Kripto, dan NFT

Dythia Novianty Suara.Com
Kamis, 13 Januari 2022 | 11:45 WIB
Prediksi Kejahatan Siber 2022: Marak Pembobolan Data, Serangan Kripto, dan NFT
Ilustrasi kejahatan siber. [Shutterstock]
Ilustrasi scammers melalui telepon. [Shutterstock]
Ilustrasi scammers melalui telepon. [Shutterstock]

Peniruan identitas terhadap platform e-commerce teratas di Vietnam juga digunakan untuk mengelabui pengguna untuk mengirimkan sejumlah uang.

Menurut Kamluk, tren ini didorong oleh otomatisasi beberapa layanan, seperti panggilan otomatis dan pengiriman pesan awal otomatis, dengan harapan dapat memicu operasi penipuan manual yang digerakkan oleh manusia.

"Kami percaya tren ini akan berkembang lebih jauh di masa depan, termasuk produksi dokumen yang disesuaikan dengan korban, gambar, video deep fake, hingga sintesis suara," jelasnya.

Diprediksi bahwa penipuan teknis nan canggih seperti itu kemungkinan mulai terjadi pada 2022.

Seperti dibahas di atas, sengan berkurangnya serangan ransomware yang ditargetkan secara terbuka, justru mengekspos data curian.

Hal ini terlihat akan melihat munculnya data curian yang diperjual-belikan di pasar gelap.

“Dalam beberapa tahun terakhir, kami mengamati bahwa dalam banyak kasus pelanggaran data, para korban tidak dapat mengidentifikasi penyerang, atau mengetahui bagaimana skema yang menyebabkan data pribadi mereka dicuri.

"Persentase kasus tersebut telah meningkat secara signifikan dalam dua tahun terakhir mencapai lebih dari 75 persen menurut penelitian Kaspersky,” jelas Kamluk.

Para ahli dari Kaspersky melihat hal tersebut sebagai sinyal yang mendorong para pelaku kejahatan siber pasif untuk meluncurkan ancaman mereka melalui pencurian data dan perdagangan ilegal.

Baca Juga: Kumpulkan Selfie Selama 5 Tahun, Ghozali Sukses Jual Fotonya lewat NFT

Serangan Industri Cryptocurrency dan NFT

Non Fungible Token [NFT]. [Freepik]
Non Fungible Token [NFT]. [Freepik]

Peneliti Kaspersky menyimpulkan bahwa kita akan dihadapkan dengan gelombang serangan lebih signifikan terhadap bisnis cryptocurrency.

Bahkan, industri NFT (non-fungible token) yang berkembang tidak luput dari sasaran para pelaku
kejahatan siber.

Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa negara-negara di Asia Tenggara memimpin dalam hal kepemilikan NFT, dengan Filipina menduduki puncak daftar dengan 32 persen mengatakan, mereka memiliki aset digital tersebut.

Di antara 20 negara yang disurvei, Thailand (26,2 persen) menempati peringkat kedua diikuti oleh Malaysia (23,9 persen).

Vietnam berada di peringkat ke-5 (17,4 persen) dan Singapura di peringkat 14 (6,8 persen).

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI