Pandemi Perparah Krisis Air Tanah dan Amblasnya Wilayah Pesisir

Liberty Jemadu Suara.Com
Senin, 11 April 2022 | 23:28 WIB
Pandemi Perparah Krisis Air Tanah dan Amblasnya Wilayah Pesisir
Warga memompa air tanah di kawasan Petamburan, Jakarta, Rabu (6/10/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Di Indonesia, data Badan Geologi (Gambar 1 dan 2) menunjukkan muka tanah di kota-kota besar Indonesia menurun karena cekungan air tanah sudah memasuki kondisi kritis bahkan rusak.

Kondisi cekungan yang kritis menggambarkan bahwa muka air tanah sudah berkurang hingga 60% dari kondisi awalnya. Sedangkan cekungan yang rusak berarti penurunan muka air tanah sudah mencapai 80% dan telah terjadi penurunan muka tanah di beberapa titik. Kriteria ini tertera dalam Peraturan Menteri ESDM No. 31 Tahun 2018

Kami pun tengah meneliti dampak pengambilan air tanah terhadap penurunan muka tanah di Pekalongan, Jawa Tengah. Hasil analisis penginderaan jauh yang dilakukan selama 2020-2021 menunjukkan bahwa kecepatan penurunan tanah di Pekalongan dan sekitarnya mencapai 10 cm per tahun. Laju tersebut merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.

Penurunan tertinggi berada di daerah utara yang merupakan daerah tambak atau pertanian. Ada juga beberapa titik penurunan lainnya di kawasan permukiman dan industri.

Selain karena pengambilan air tanah, laju penurunan muka tanah juga dipercepat dengan keberadaan infrastuktur yang terus tumbuh. Selain faktor pemicu lain seperti struktur geologi dan juga kondisi batuan atau tanah alaminya.

Kita mesti mengambil langkah tegas untuk mengendalikan pengambilan air tanah melalui berbagai pengaturan dan kebijakan. Sebab, jika tren penggunaan air tanah yang meningkat sejak sebelum pandemi terus terjadi, maka muka air tanah berisiko menurun lebih cepat lagi, yang dapat memperparah bencana amblesnya tanah.

Kebijakan pengendalian perlu diperkuat

Pemerintah perlu memperkuat pencatatan pengambilan air tanah yang dilakukan masyarakat, mulai dari rumah tangga, program pemerintah, sektor pertanian, hingga pelaku usaha. Saat ini kami menduga jumlah sumur yang tidak tercatat atau yang belum berizin masih jauh lebih banyak daripada sumur berizin atau yang tercatat di pemerintah daerah.

Pencatatan juga mencakup pengambilan air tanah dari sumur yang dibuat dalam rangka pemenuhan air bersih untuk masyarakat. Selama ini, pendataan pengambilan air tanah untuk program pemerintah untuk perusahaan daerah air minum (PDAM) atau program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) juga belum optimal.

Baca Juga: Lindungi Air Tanah Jadi Fokus Peringatan Hari Air Sedunia 22 Maret 2022

Pencatatan ini diperlukan untuk mengantisipasi risiko akibat pengambilan air tanah besar-besaran. Misalnya, cekungan air tanah Ngawi-Ponorogo yang merupakan cekungan yang berada di wilayah pertanian sudah menunjukkan tanda-tanda penurunan muka air tanah. Penurunan tersebut terindikasi sebagai akibat maraknya pengambilan air tanah untuk pertanian.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI