“Seperti halnya cuaca di Bumi, cuaca antariksa bersifat dinamis dan sangat bergantung pada aktivitas Matahari,” ujarnya.
Johan menjelaskan tidak ada istilah kiamat badai Matahari di kalangan masyarakat ilmiah.
“Kita telah hidup lama berdampingan dengan cuaca antariksa. Aktivitas Matahari rutin terjadi. Yang perlu kita pahami adalah bagaimana prosesnya dan memitigasi dampak negatifnya semampu kita,” tuturnya.
Ia mengimbau masyarakat agar tidak panik dan tidak mudah termakan hoaks yang beredar berkaitan dengan badai Matahari.
Matahari memiliki siklus sekitar 11 tahun sekali. Saat ini, sedang berada di awal siklus ke-25 yang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada 2024-2025.
Pada saat puncaknya, aktivitas Matahari diperkirakan akan meningkat dengan frekuensi kejadian flare dan lontaran massa korona kemungkinan akan bertambah.[Antara]